Bila
membaca sastra jaman pergerakan dari angkatan balai pustaka hingga anggkatan
pujangga Baru kita akan menemukan model percintaan yang lain dan bertolak
belakang realita sekarang. Sebuah potret percintaan dinovel-novel diawal abad
XX itu bukanlah sebuah gambaran nyata dari struktur sosial masyarakat pada
jaman itu, tetapi itu metafora dan simbol yang menunjukkan ideology si penulis.
Kita
coba membedah roman “Siti Nurbaya” dan “Dibawah Lindungan Ka’bah”. Kisah yang
tidak sesuai dengan konteks kekinian adalah gambaran tokoh Syamsul Bahri,
sampai mati ia tidak pernah sudi melepaskan kekasihnya Siti Nurbaya
dipersunting Datuk Maringgih, beragam cara ia lakukan hingga ia menemui ajalnya
karena kegigihannya merebut Siti Nurbaya. Meski Siti Nurbaya sudah berstatus istri orang
tidak menyurutkan cintanya, ia tetap teguh pada cintanya pada Siti hingga ajal
menjemputnya.
Sama
halnya dengan Zainab, sampai ajal menjemputnya ia tetap menanti Hamid, pemuda desa
yang telah pergi tanpa diketahui keberadaannya. Di roman itu Zainab begitu yakin
bahwa Hamid akan datang suatu hari nanti untuk menjemputnya, karena keyakinan
itu ia terus menolak lamaran keluarga Arifin yang menyuntingnya. Pada akhir
ceritnya, Zainab dan Hamid meninggal dengan memendam cinta, cerita ditutup
dengan kesimpulan bak kasih tak sampai, “jikalau di dunia ini kita tidak bisa
bersatu maka diakheratlah tempat yang kekal.”
Dari
cerita dua roman itu adalah bentuk sastra, kisah itu diramu dari fakta yang
dibalut metafora. Setting saat ditulisnya novel itu pada zaman pergerakan
nasional. Pada zaman itu muncul berbagai macam gerakan dan partai-partai
beserta sampan-sempalannya. Ideologi menjadi adalah isu yang terus meruncing antar
kalangan, bahkan sampai terjadi perpecahan antar golongan hanya karena ideology.
Seperti halnya PKI yang menyempal dari organisasi induknya. PKI yang pada
awalnya diisi oleh orang-orang Syarekat Islam, terjadi dualisme untuk meramu ideology
komunis dan islam menjadi satu kesatuan atas dasar musuh bersama yaitu
kapitalisme dan kolonialisme.
Tjipto
Mangunkusumo akhirnya keluar dari organisasi Boedi Oetomo dan diikuti oleh
beberapa rekannya yang lain karena organisasi itu dianggap tidak mewakili
pemikirannya (ideology). Konon Boedi Oetomo adalah perkumpulan sekterian khusus
untuk orang jawa dan ningrat. cita-cita organisasi ini adalah untuk mendirikan Negara
di Pulau Jawa dengan falsafah Jawa sebagai ideologinya.
Lain
padang lain belalang,
Lain
lubuk lain pula ikannya.
Berbeda
jauh dengan sastra dan realita pada awal abad XX, sastra abad XXI lahir menjadi
sastra yang realistis. Tawakal dan
berserah diri kepada Sang Khalik menjadi ciri dari tokoh dalam novel percintaan
abad millennium.
Mengacu
pada tokoh Nurul dalm novel Ayat-Ayat Cinta yang begitu terpuruk karena Fahri yang
begitu ia cintai diketahuinya menikahi gadis lain. Hancur dan remuk redam
begitu yang dirasakan Nurul ketika itu, tetapi itu tidaklah berlangsung lama,
kesedihannya terobati dan cintanya kepadanya dengan mudah berpaling kepada
tokoh Khalid yang akhirnya menjadi suaminya.
Senada
pula dengan Tokoh Azzam dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Diawal cerita
mencintai Anna, dan Anna diketahuinya adalah calon istri sahabatnya, Furqon
maka dengan ikhlas Azzam mengubur cintanya pada Anna dan mendoakan agar Anna
dan Furqon bahagia atas pernikahannya. Tetapi takdir menghendaki lain, diakhir
cerita Anna dan Azzam akhirnya menikaha setelah Furqon menceraikan Anna.
Cerita
Anna, Azzam dan Furqon bisa kita sebut sebagai kisah Siti Nurbaya abad modern
antara Siti Nurbaya, Syamsul Bahri dan Datuk Maringgih, yang membedakannya
adalah Syamsul Bahri dan Khairul Azzam memiliki pandangan yang berbeda tentang
hidup.
Dari
cerita dua novel itu adalah bentuk dari sastra, kisah itu diramu dari fakta yang
dibalut metafora untuk memotret realita hidup dimana kisah itu ditulis.
Mengutip perkataan Anis Matta, “Sekarang adalah masa untuk berkerja, masalah ideology
sudah selesai dibahas pada jaman Imam Hasan al-Banna oleh ulama-ulama pendahulu
kita.”
Berbicara
masalah ideology rasanya tidak relevan lagi dimasa sekarang yang terpenting
adalah pengejawantahan dari teori yang sudah ada. Hasil adalah tujuan utama, seperti
halnya Nurul yang memutuskan untuk menikah dengan Khalid dan melupakan Fahri
adalah sebuah langkah yang pragmatis, menikah dengan siapa itu bukan perkara
asal tujuannya sama yaitu untuk Allah SWT.
Apapun
ideology itu asalkan bisa membuat Indonesia sejahtera, itulah yang diutamakan
untuk melawan arus globalisasi yang menuntut kita lebih fleksibel dalam setiap
kebijakan.
Read More......