Malam
minggu ini, Sabtu 17 maret 2012 kuhabiskan dengan mengunjungi Selo, Boyolali. Daerah
kecamatan yang ada dikabupaten yang terkenal akan susu sapinya itu terletak
diketinggian 1500 mdpl, Desa Sampiran tempatku bermalam itu ada diradius 3 km
dari puncak Merapi dan daerah ini masuk kawasan ring satu
Perjalanan
ini sungguh tidak ada dalam rencanaku ketika mengunjungi Desa Semowo untuk
menyerahkan gambar DED, detail engineering design pembangunan gedung paud
Al-Ittihad Desa Semowo, desa tempat kuliah kerja nyataku sebulan yang lalu.
Berangkat dari Semarang sehabis zhhur, sampai disana pukul 14.20 WIB memang
memakan waktu lama karena ada macet panjang saat melaju di Karang Jati. Baru
istirahat sebentar di Pondok Pesantren datang tawaran dari Pak Imam selaku
kepala yayasan, beliau akan mengunjungi Desa Selo dalam rangka menghadiri
undangan wali santri diacara Ruwatan, bersih desa di bulan Bakda Mulud.
Langsung saja kuiyakan tawaran itu, ia begitu detail mendeskripsikan Desa Selo
dengan landscape-nya yang menawan,
terletak diantara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi, terbayang diimajinasiku
akan mendapat pengalaman baru, mengunjungi tempat baru dengan pesona alamnya
yang mengagumkan.
Selo
dalam bahaa jawa berarti antara, senggang. Desa itu adalah kawasan pertanian
sayur-sayuran, kubis, tomat, cabe, wortel dan varietas andalan petani disana
adalah tembakau. Sesampainya disana kurasakan dingin kaku, setelah melalui
jalan mendaki dari belok ke barat Pasar Ampel, Boyolali itu terus naik keatas,
kemudian melalui jalan berkelok berliku, dikiri jurang dikanan tebing. Sepanjang
perjalan mataku dimanjakan oleh kabut putih tipis ala pegunungan, tetapi
sesuatu yang mengganjal itu timbul ketika motor Supra yang kutumpangi melewati
sungai-sungai kering. Gila, ini daerah resapan hujan tetapi sungai tidak ada
airnya.
Kami berdua disambut dengan senyum oleh
penduduk desa yang ramah-ramah, eh ternyata salah alamat. Kata tuan rumah,
rumah wali santri yang dimaksud tempatnya ada dibawah. Lanjut kami mengunjungi
rumah kedua persis dibawah lerang disamping rumah pertama tadi, lagi lagi kami
salah lagi, tetapi warga dengan sopannya
tetap ramah menyambut kami dan mempersilahkan masuk, sebenarnya agak sungkan
juga jika tidak bertamu, sudah dipersilahkan. Karena hari sudah mulai gelap dan
waktu menjelang maghrib kami mohon ijin untuk melanjutkan perjalanan ke rumah
santri itu karena itu adalah prioritas kami. Persis disamping rumah itu adalah
rumah yang kami maksud.
Acara
Ruwatan, para warga tampak saling berkunjung satu sama lain. Ketika kami
datang, Pak Imam disambut dengan panggilan Kyai Gede, maklum beliau putra dari
alm. Kyai pengasuh Pondok Pesantren Al-Ittihad yang terkenal. Masuk kami
disana, sudah ada beberapa tamu yang nampak sedang berbincang-bincang ringan,
ternyata kami bukanlah tamu satu-satunya. Ada seorang anak kecil dirumah itu,
sepertinya ia kelas V SD menurutku. Ia lalu lalang didepanku menghidangkan
segelas air teh panas. Tamu lalu lang keluar masuk dengan intensitas yang cukup
tinggi. “Tidak lelah kau dik?” begitu tanyaku yang iba, kelelahan nampak
diwajah dan keringatnya waktu itu. Pak Imam seperti sudah bisa berbaur dengan
siapa saja, bisa mengorol dengan mudah. Obrolan mereka tidak jauh-jauh dan
hanya berkutat pada masalah pertanian, aku tidak bisa masuk untuk nimbrung
kedalam obrolan mereka. Lain halnya jika membicarakan tentang kenaikan BBM
mungkin saya bisa jadi provokator mereka untuk menolak kenaikan harga BBM,
heheehhe.
Lepas
dari satu rumah itu, berlanjur ke kunjungan ke tempat lain. begitu seterusnya,
sampai Pak Imam dijemput teman seperjuangannya ketika nyantri di Pondok
Pesantren Nganjuk. Rencana mereka akan reuni, kami berpindah dari kaki Gunung
Merbabu menuju Desa Sampiran di kaki Gunung Merapi.
Disana,
kukira ada acara konferensi atau talkshow, tetapi talkshow apa yang diadakan di
Gunung dengan udara sedingin ini? begini saja badanku terasa beku menahan
dinginnya malam, angin bertiup kencang. Ternyata yang kukira talkshow tadi
adalah program bincang-bincang radio MMC, Merapi Merbabu Community, teman Pak
Imam yang akan kami temui ini adalah pengelola radio tersebut sekaligus ketua
umum Radio Komunitas Indonesia. Pak Siman namanya, sudah lima tahun lebih
mereka tidak berjumpa lagi ketika dulu bersama dalam mengadvokasi penolakan
warga untuk dalam proyek hutan konservasi di kawasan Kecamatan Selo. Peristiwa
itu berlangsung pada tahun 2002 saat Megawati selaku Presiden RI mencanangkan
program tersebut, sebenarnya itu program itu bagus untuk menjaga kelangsungan
ekologi, tetapi....
Asyik
mendengarkan orang siaran di studio, saya sambi membaca bulletin yang dikeluarkan
LSM International “Landcare” yang berkonsentrasi memberikan penyuluhan
konservasi air dan lahan pertanian. Buletin ini disupport oleh Kedutaan Besar
Finlandia selaku funder. Kemudian
tanpa diduga datanglah Margono atau Gogon, sudah sembilan tahun Pak Imam tidak
lagi ketemu beliau yang dulunya intens berkomunikasi lewat LSM yang menyuarakan
kepenolakan ahli fungsi lahan pertanian menjadi hutan lindung dan hutan
konservasi, proyek itu sarat kepentingan kapitalis.
Sungguh
perasaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, raut wajah ketiganya
begitu cerah. Pertemuaan yang tidak terduga dan siapa yang menyangkan malam
minggu yang dingin in akan menjadi reuni ketiga aktivis itu. merasa butuh ruang
yang memadai untuk menumpahkan isi kepala, kami mengungsi ke rumah joglo
dibelakang studion, itu adalah rumah orangtua Siman, sedangkan ia punya rumah
di Solo bersama istri dan anak-anaknya. Keruan saja, bertahun-tahun tidak
berkumpul mereka berdiskusi panjang membahas apa saja, mulai dari mengenang
saat-saat ketika mereka bersama, berdiskusi masalah politik dan juga agama.
Kini aku bisa nimbrung, setidaknya aku bisa mengimbangi karena politik dan
agama adalah sesutu yang tidak terpisahkan bagiku. Mereka berdiskusi sampai
larut malam, sedangkan aku pasif menjadi pendengar yang baik, kalau saja ada
yang kurang berkenan aku segera mengemukakan pendapatku. Setelah larut malam,
ada makanan terhidang, dan kami makan, kemudian setelah selesai aku beranjak
tidur. Sementara mereka, aku tidak tahu lagi mereka... aku terlelap.
Dipagi hari, udara terasa dingin luar biasa.
mengambil air wudhu saja terasa beku, air kusentuh terasa salju. Sungguh indah
pemandangan ketika itu, menatap puncak Merapi dan Merbabu dipagi hari. Sayang
angin masih saja bertiup kencang seperti semalam, jadi dingin aku tak tahan
berlama-lama berdiri menikmati alam di pekarangan masjid. aku kembali untuk
berkemul.
Read More......