Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, Ayat 3 menyatakan,
“Bumi, air dan kekayaan alam yang mengandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakya”.
Salah
satu “prestasi” pemerintahan Presiden Megawati dalam kurun waktu 2001-2004
adalah lepasnya beberapa aset strategis milik Negara.
Wilayah
Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali yang
terletak di lereng Gunung Merbabu dan Merapi menjadi salah satu yang menjadi
proyek “dagangan” Ibu Mega. Tujuan dari
program ini adalah konservasi lahan menjadi hutan lindung dan hutan konservasi.
Daerah dengan ketinggian diatas 1300 mdpl akan dijadikan kawasan hutan lindung
dan daerah dibawahnya akan dialokasikan untuk daerah hutan konservasi dan lahan pertanian.
Pada
dasarnya program ini baik, dan juga program konservasi ini didukung oleh
lembaga pendidikan sekelas Universitas Gajah Mada (UGM) yang akan membuka
kajian tentang kehutanan jika proyek ini berjalan. Ekologi didaerah antara
(selo) lereng Gunung Merpai dan Merbabu kondisinya sangat memperihatinkan,
meski daerah ini adalah daerah tangkapan hujan dan daerah aliran sungai (DAS)
tetapi mayoritas sungai disana mati, tidak ada air yang mengaliri. Beberapa LSM
lokal maupun asing yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup juga banyak
melakukan kajian dan sosialasi ke masyarakat untuk mengubah pola pertanian
mereka ke pertanian konservasi, salah satu adalah Landcare. Tetapi, pemerintah
seperti otoriter dalam hal ini, program sosialisasi belum dilaksanankan mereka
sudah menggagas ide untuk relokasi sekian ratus kepala keluarga untuk
mengosongkan kawasan.
Timbul
berbagai gejolak penolakan dimasyarakat, bukan karena program ini tidak baik atau
merugikan kaum tani yang terpaksa harus menempati lahan baru dan memulai hidup
baru disana tetapi ada pihak ketiga yang campur tangan dan ikut menopang dana
demi keberlangsungan proyek ini.
Danone,
Perusahaan multinasional ini ikut bermain agar proyek ini berjalan. Setelah
menguasai sumber air di Klaten lewat aqua-nya, Perusahaan Yahudi yang berkantor
pusat di Prancis ini rencananya sudah “memesan kue” kepada pemerintah agar
mereka bisa memonopoli pengelolaan
sumber air dan mineral yang terkandung didalamnya. Daerah lereng gunung
berapi adalah daerah yang kaya akan sumber mineral dan airnya juga lebih segar
karena proses penyaringan alami oleh bebatuan. Jelas ini pelanggaran UUD 1945.
Pada
akhirnya proyek ini tertunda dan sampai Megawati lengser proyek ini belum
berjalan, masyarakat tegas menolak segala bentuk kapitalisasi dalam bentuk kepenguasaan
asing di sektor sumber daya alam. Ini tidak lebih dari penjajahan.
Heran,
memang benar-benar heran. PDIP, partai tempat Megawati bernaung, partai yang
sering berkoar-koar menggelorakan pemikiran Soekarno, mereka berideologi
kekiri-kirian katanya, tetapi pada hasilnya sama saja, terjebak dalam arus
liberalisasi. “Jualan” BUMN menjadi andalan pemerintahannya. Miris, jika
Bapaknya sebagai Founding Father negeri ini hidup kembali dan melihat ulang anaknya
mungkin ia akan malu telah membesarkannya.
Masih
segar diingatakan kita perkataan Presiden Soekarno, “tiga ratus lima puluh tahu
kita dijajah oleh bangsa asing, tidak akan kita serahkan lagi kekayaan negari a
ini kepada asing, jika kita belum bisa mengelola biarkan itu tetap terkubur,
nanti anak cucu kita yang akan mengelolanya.”
Jika ada partai politik yang jualan Ideologi
dewasa ini, sesungguhnya itu omong kosong belaka. Pancasila itu sudah tidak
laku lagi sebagai Ideologi Negara. Dijaman orde baru Pancasila dijadikan alat penguasa
untuk menekan lawan politiknya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar