Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau
Tegakkan hukum setegak-tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Itulah penggalan lirik lagu Manusia Setengah Dewa gubahan maestro musik Indonesia, Iwan Fals. Ada kah manusia setengah Dewa yang dimaksud oleh Iwan Fals itu hadir dalam hidup kita? Apakah ia seperti mitos Satria Piningit yang populer di kalangan orang Jawa? Fahri Hamzah bukan seorang Jawa, mungkin mitos itu tak berlaku untuk politisi dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini.
"Anda bicara sopan santun, sopan santun itu di "atitude" anda Bung! Bukan diomonga," begitu tegas Fahri menyela keberatan dari Palmer Sitomorang, pengacara keluarga SBY yang tidak terima ketika perkataan dipotong, ia menganggap Fahri tidak punya sopan santun.
Bicara moral, hampir semua tokoh di republik ini membicarakan moral, tak sedikit yang berkata moral manis dibibir namun kenyataannya bertolak belakang pada dirinya. Sebut saja ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Muktar dulu dia pernah mewacanakan potong jari untuk koruptor atau pelaku rasuah, tapi ketika dia tertangkap tangan menerima suap, wartawan yang coba mengingatkan "petuahnya" itu malah ditampar. Dimana moral dan akhlaknya?
Ada hal yang menarik dari sisi moral seorang Fahri Hamzah, ada beberapa penyataannya yang menarik. "Bung! Masalah kebenaran itu tidak bisa dikalahkan oleh sopan santun, anda harus berkata benar meski itu menurut orang itu tidak patut diucapkan," begitu penggalan kalimat Fahri dalam sebuah dialog di TV swasta ketika lawan biacaranya mengkritik gaya bicara yang serampangan ketika berdialog dengan siapa saja.
Sememangnya, seorang anggota DPR itu tidak mengurusi moral, meski pribadinya dituntut untuk bermoral untuk menjaga wibawa lembaga parlemen. DPR itu berurusan dengan legislasi UU, pengawasan eksekutif dan penyusunan anggaran. Peraturan yang sehat itulah yang diharapkan dari seorang anggota parlemen, bukan aturan yang mengatur urusan pribadi orang lain, mengebiri kebebasan individu dan memaksakan kehendak yang menempatkan negara tak pernah salah. Disini saya lihat Fahri menggugat KPK sebagai lembaga superbody tanpa pengawasan yang menyebabkan negara jadi tidak pernah salah. KPK seperti lembaga yang mengurusi moral rakyat, pelaku korupsi distigmatisasi sebagai "penjahat moral" yang bisa ditelanjangi sembari mengumbar privasi tersangka didepan umum.
"Negara tidak dalam misi memberantas korupsi, pemikiran itu harus kita balik. Negara harus menegakan hukum, dengan itu korupsi akan hilang dengan sendirinya," kata Fahri.
KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi sering kali tidak menegakkan hukum. Ini negara hukum dan setiap warga negara sama kedudukannya dimata hukum, tapi KPK sering dituding tebang pilih dalam menangani kasus korupsi. Kasus penyidikan gratifikasi harier dengan tersangka mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dikritik banyak kalangan untuk segera memeriksa Edy Baskoro alias Ibas. Dimana semboyan "semua sama dimata hukum"? Fahri Hamzah bahkan dapat somasi dari keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena kritiknya terhadapa KPK dalam hal penanganan kasus yang santer dikaitkan kepada anaknya. Ini negara hukum, hanya pengadilan yang bisa memvonis orang bersalah atau tidak. Kalau memang merasa tidak bersalah, kenapa harus takut diperiksa dan diadili?
Lalu siapa manusia setengah Dewa itu? Bila anda bertanya siapa, maka jawabannya pasti juga manusia biasa.
Read More......