Perusakan karakter bangsa melalui pendidikan ala
barat menjadi senjata ampuh yang melenggangkan penjajahan Belanda hingga
sekarang. Belanda terusir paksa untuk angkat kaki dari Indonesia 69 tahun yang
lalu, tetapi “puing-puing” penjajahan yang ditinggalkan Belanda sejak bangunan
kolonialisme berdiri megah di Indonesia.
Pelaksanaan politik
etis adalah upaya untuk mempertahankan penjajahan. Mereka beranggapan bahwa
jika Indonesia merdeka, mereka akan kehilangan segalanya. Indonesia, negeri
yang kaya raya dibuat menjadi bangsa pengemis (Pramoedya Ananta Toer).
Noe-kolonialisme begitu
mudah masuk melalui pintu gerbang yang bernama pendidikan. Rakyat dididik ala
barat, sudah barang tentu kurikumnya telah dirancang sedemikian rupa untuk
menghindari masyarakat menjadi “pintar”.
Perang Diponegoro atau Java Oorlog (1825 – 1830) menjadi trauma
tersendiri bagi Belanda, perang lima tahun itu membuar nafas pemerintahan di
Amsterdam menjadi kembang kempis, Negara harus menanggung hutang yang besar
atas kerugian akibat perang jawa itu. Inilah ketakutan Belanda jika saja terus-terusan
rakyat Indonesia didik oleh ulama-ulama Islam. Bisa jadi suatu saat nanti jika
Indonesia merdeka, bangsa ini akan menyerupai Kesultanan Aceh Darussalam dan
Kesultanan Demak abad ini.
Politik etis yang dicanangkan Belanda sebagai balas
budi atas “kebaikan” Indonesia. Slogan balas budi dalam politik etis hanyalah
pemanis bibir agar dagangan belanda laris dan dibeli masyarakat Hindia Belanda.
Politik ini pada akhirnya membuahkan
pergerakan nasional, menjadi tonggak sejarah musim semi kebangkitan nasional.
Namun efek yang jelas terlihat adalah upaya terselubung untuk menekan kelompok
islam (Sarekat Islam). Belanda membangun sekolah-sekolah di Indonesia dan
mendidik bangsa ini adalah untuk mencekokkan ideologi-ideologi seperti
nasionalisme, komunisme, sosialisme, teosofi, kejawen dll, kemudian ideologi
tersebut dibenturkan dengan Islam dan ulamanya.
Ketauladanan
Rasulullah SAW pada masa pergerakan nasional digerus habis, Belanda ingin menggantinya
dengan Karl Max (Bapak komunis), Jhon Locke (pencetus ide demokrasi modern) dan
Adam Smith (pendiri kapitalis).
Sejatinya kebijakan politik etis pemerintah kolonial
Belanda memang untuk menjauhkan ummat Islam di Indonesia dari Rasul-Nya, bukan
sebagai balas budi seperti yang tertera dalam buku Sejarah Nasional Indonesia
Misi terselubung
dari pengggelontoran politik etis oleh pemerintah kolonial menurut Ahmad
Mansyur Surya Negara dalam buku “Api Sejarah” (2009) adalah:
1.
Melumpuhkan
ulama melalui politik etis dengan mengganti pola pendidikan pesantren.
2. Pendangkalan ajaran agama dan perusakan
budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar