Civil
engineering bukanlah ilmu eksak murni. Disiplin ilmu ini tidaklah sama dengan
elektro atau mesin, seorang sarjana elektro atau mesin bisa bersikap idealis
atas dirinya dan sebagai engineer. Tetapi, Hukum-hukum fisika tidak sepenuhnya bisa diejawantahkan
dalam rekayasa dibidang sipil, ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan dan
hal-hal itu jauh dari dari dunia teknik, sosial, ekonomi, politik menjadi
faktor yang ikut mempengaruhi.
Dunia
konstruksi dan teknik sipil erat kaitannya dengan infrastruktur, ekonomi,
politik dan militer. Proyek pekerjaan sipil seperti gedung, jembatan, jalan,
bendungan dan lain-lain selalu bersingunggan dengan manusia sebagai pekerja. Ketika
suatu proyek pembangunan fisik dilaksanakan, proyek tersebut akan menyerap
tenaga kerja, baik tenaga kerja yang terlatih (skilled) maupun buruh kasar yang
hanya mengandalkan (unskilled). Semua pekerja dari segala latar belakang bisa
ditampung di dunia ini, meningkatkan daya beli masyarakat dan menekan angka
inflasi dan mengurangi angka pengangguran.
Pekerjaan
konstruksi bak dua sisi mata uang, selain kemanfaatnya yang luas untuk
menunjung perekonomian, proyek ini kerap disalahgunakan untuk kepentingan
politik yang sarat dengan korupsi, kolui, dan nepotisme juga praktek suap pejabat
menjadi menu yang tak tergantikan. Proyek fisik sering menjadi lumbung untuk
mendulang pundi-pundi uang guna mengisi kantong-kantong kosong setelah pemilu.
Praktek
KKN dalam pengadaan jasa konstruksi menjadi mulus ketika regulasi berupa
KEPPRES no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa. Dalam peraturan
itu disebutkan bahwa proyek yang bernilai kurang dari Rp. 100.000.000 bisa
dilaksanakan dengan metode penunjukkan
langsung. Jadi tidak mengherankan jika pada proyek pengadaan sering nilai
pagu anggaran dipecah menjadi beberapa pekerjaan yang akhirnya masuk
kualifikasi untuk penunjukkan langsung, kita tahu sama tahulah dalam
penunjukkan langsung mesti saran akan kolusi dan nefotisme.
Inilah
yang diajarkan demokrasi kepada kita. Besarnya dana kampanye pemilu menjadi
beban untuk kandidat yang menang pemilihan untuk mengembalikan “modal”
kampanyenya, melalui apa? Jelas dengan menyalahgunakan wewenang dan jabatan. Bisa
jadi dengan kolusi dan nefotisme yang berujung pada suap-menyuap pada proyek
pemerintah. Jadi jangan heran jika pada tahun pertama pemerintahan pasca
pemillu, proyek fisik bejibun banyaknya.
Biarlah
para pejabat disana disibukkan oleh uang dan cara mereka balik modal. Di-grace root sendiri, dikalangan para
pekerja kasar, adanya proyek konstruksi menjadi berkah mereka sendiri. Disaat
waktu menunggu panen tiba, jelas tidak ada yang dikerjakan oleh para buruh
konstruksi yang rata-rata berprofesi sebagai buruh tani. Kerja menjadi buruh
konstruksi menjadi pilihan untuk menambah uang saku anak mereka, agar dapur
ngebul dan priuk nasi bisa diisi.
Sebagai
pelaksana dilapangan dan sering berkomunikasi dengan mereka. Diketahi bahwa mata
pencaharian mereka sebagian besar adalah petani, pedagang keliling, pengamen,
bahkan ada juga pelaku kejahatan ikut bergabung menjadi buruh kasar.
Inilah manfaat yang dirasakan masyarakat
kelas bawah dengan adanya proyek konstruksi.
Ada
seorang tukang bangunan, jika tidak kerja diproyek ia menjadi pedagang siomay
keliling. Apa manfaat proyek konstruksi yang anda rasakan? Sebagian besar dari
mereka menjawab, “saya bisa mendapatkan penghasilan tambahan”. Hanya itu
jawabannya, sebuah jawaban yang sederhana, jauh dari muluk-muluk akan manfaat
dari bangunan ini jika jadi akan berdampak pada ekonomi, politik dan juga sebagai
infrastrukstur penunjang kemajuan bangsa yang sering didengungkan oleh para
pejabat-pejabat diatas sana dengan bahasa yang sangat akademis sekali.
Saya
yakin jika mereka tahu manfaat yang luas dari proyek ini. Saya rasa mereka akan membuang jauh-jauh
praktek korup dalam sistem birokrasi dan usaha haram yang dilakukannya untuk
menebalkan kantong sendri, memakan uang rakyat.
Seandainya mereka tahu? Kalaupun tahu lalu ditaruh dimana
nurani mereka selama ini? Para pejabat kita ini mungkin kalah dari segi nurani
kepada para buruh-buruh kasar konstruksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar