Selasa, 20 Maret 2012

GELIAT EKONOMI SAAT PERAYAAN RUWATAN DI KAKI GUNUNG MERBABU

Ruwatan adalah tradisi dimasyarakat Selo, Boyolali. Sebuah tradisi unik masyarakat yang menghuni lereng antara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi ini mengadakannya sebagai even tahunan. Bersih desa, ada beberapa masyarakat yang menyebutnya demikian. Ada dua lagi acara serupa yaitu Lebaran dan Saparan.  Ketiga acara ini digelar dibulan-bulan kalender islam, acara Saparan diadakan dibulan Safar, Lebaran pada awal bulan Syawal dan Ruwatan diadakan baru-baru ini yaitu pada bulan Rabiul Akhir. Bakda Mulud, begitu orang-orang lokal biasa menyebutnya.
Acara Ruwatan hampir sama seperti perayaan dihari raya Idul Fitri, setiap keluarga menyediakan hidangan untuk menjamu ramu. Waktu-waktu yang diambil dalam acara Ruwatan ini setelah selesai masa tanam tinggal menunggu masa panen tiba. Dalam rangka mengisi waktu senggang para petani, diadakanlah acara tersebut. 
Para tamu bukan saja datang dari luar desa saja bahkan sampai luar kota, sanak family yang jauh mereka undang untuk merayakan bersama, tidak heran jika banyak mobil dan motor dengan nomor polisi  luar kota berseliweran di jalan-jalan disekitar lerang gunung. Seperti halnya lebaran, kita bertamu kemudian bersalaman saling maaf-memaafkan, bercengkerama sambil menikmati hidangan. Acara ini pun berlangsung seperti itu, tetamu yang datang disambut tuan rumah dengan ramah, disajikan berbagai macam penganan khas lalu sambil mencicipi diselingi dengan obrolan-obrolan ringan terkait pertanian, mulai dari varietas pertanian yang sedang prospek untuk ditanam, bahkan sampai jual beli mobil menjadi perbicaraan yang umum.
Para tetamu yang berkunjung biasanya tidaklah lama, sekitar 10-20 menit sudah cukup kemudian mohon pamit untuk melanjutkan kunjungan ke tetangga lain. Satu hal yang unik, tetamu harus dan wajib makan (nasi) yang juga sudah terhidang di tempat terpisah. Para tamu biasanya makan sekedarnya barang 2-3 sendok sebagai syarat, tidak sampai kenyang karena akan melakukan hal itu lagi ketika berkunjung ke tempat lain.
Bila ditinjau dari kacamata ekonomi, acara-acara seperti ini pasti akan menggerakkan perekonomian dikawasan tersebut terutama disektor riil. Perputaran uang disana bisa mencapai angka milyaran rupiah. Setiap keluarga rata-rata membelanjakan uang Rp 2.000.000,- s/d Rp 5.000.000,- untuk menghidangkan jamuan. Ada berapa kepala keluarga dalam satu kecamatan Selo? Ketika dan menjelang perayaan otomatis akan ada perpindahan manusia, bisa dihitung perputaran uang dalam dalam arus transfortasi saat terjadi kegiatan ekonomi didalamnya?
Kegiatan semacam ini, acara swasembada warga desa hanya dapat ditemui dikomunitas masyarakat tani. Orang kota atau orang kantoran yang super sibuk tidak akan waktu luang untuk melakukannya. Entah siapa yang pertama kali menggagas acara seperti ini? Entah apa dan bagaimana tujuan semula dari diadakannya acara seperti ini? itu tidaklah penting, hal yang substansi ini adalah cara pemerintah (dulu) untuk menggerakkan ekonomi mikro dikalangan masyarakat tani. Pada saat musim panen, jika tidak ada perayaan Ruwatan, hasil panen akan masuk lumbung atau disimpan dalam bentuk uang. Jika dua hal diatas terjadi, inflasi akan meningkat karena perputaran uang berjalan lamban. Oleh karena itu, dikemaslah kegiatan ekonomi tersebut dalam bentuk budaya, salah satunya  ya acara Ruwatan di Selo ini.
Pada zaman kerajaan dahulu, banyak diadakan acara-acara besar untuk menghibur masyarakat seperti acara peringatan hari besar Islam, peringatan Maulid Nabi SAW dan lain sebagainya yang kesemuanya itu untuk menarik warga berpergian ke alun-alun atau ke pusat kerajaan, dengan adanya perpindahan manusia selalu diiringi oleh kegiatan ekonomi, seperti transaksi dalam bentuk jasa, jual beli dan rekreasi. Acara-acara itu serupa bukan saja ada dipusat kerajaan saja bahkan dikalangan rakyat jelata juga dilakukan, seperti prosesi pernikahan, sunatan, peringatan kematian dan sedekah bumi dilakukan dengan meriah sampai menyedot banyak sumber daya.
Panglima besar Islam, Shalahuddin Al-Ayyubi adalah penggagas pertama peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum menyerang Yerusalem untuk merebutnya dari pasukan musuh dalam perang Salib (1099-1187 M). Salah satu alasannya mungkin untuk menggerakkan ekonomi, agar uang segera berputar cepat dan Negara (Kekhilafahan Abbasyah) dapat memungut zakat lebih banyak untuk mengisi kas baitul mal. Perang memerlukan dana yang tidak sedikit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar