Sabtu, 31 Maret 2012

ISLAM MENCINTAI PERANG BUKAN CINTA DAMAI?

Islam mendefiniskan perang adalah ekspansi tidak kenal batas wilayah geografi yang menghambat dakwah Islam melalui jihad (perang) fisabilillah menegakkan kalimat “La illaha illallah” di bumi Allah. Dijaman kejayaan kekhalifahan Islam tidak dikenal dualisme antara perang dan damai, dengan kata lain kata damai tidak ada dalam kamus kaum muslimin, hanya satu azaz yaitu perang. Damai hanya istilah sempit untuk mengungkapkan suatu keadaan sebelum atau sesudah perang.
Pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, beliau Ra melakukan revolusi demografi, yaitu pemisahan antara sipil dan militer. Tentara muslim yang masuk militer digaji baitul maal, tapi ada juga tentara dari sipil yang ikut berperang untuk menggugurkan kewajibannya atas Jihad. Pemisahan ini tidak ada dijaman sebelumnya, bahkan dimasa Rasulullah SAW masih diberlakukan sipil bisa dikondisikan menjadi militer dan militer adalah sipil. Sejalan dengan sirah sahabat, alkisah Abdurrahman bin Auf hanya bisa ditemui di tiga tempat yaitu di masjid, di pasar dan di medan perang. Dan perang dijaman Rasulullah SAW dibiayai oleh beberapa orang sahabat Ra.
Suatu ketika dimasa pemerintahannya, Umar bin Khaththab bertanya kepada putrinya sekaligus istri Rasulullah SAW, Hafsah binti Umar. “Berapa lama batas seorang istri menahan rindu menanti suaminya?” dan dijawab Hafsah, “empat bulan”. Berdasrkan pendapat Ummul Mukninin itulah, Umar melakukan rotasi pasukan, setiap tiga bulan sekali tentara Allah itu dipulangkan untuk bertemu keluarganya, kemudian memakai kembali seragam militernya ketika panggian jihad datang kepadanya. Lain halnya dengan tentara yang berasal dari kalangan Sipil, setelah tunai kewajibanya berjihad, mereka kembali menjadi warga sipil biasa, melanjutkan profesi semula.
Berdasarkan penjelasan diatas, sesungguhnya tidak ada masa damai didalam sejarah Islam. Kaum muslimin selalu berperang melawan ketidakadilan dimuka bumi ini.

2 komentar:

  1. Saudara ku, berhati-hatilah akan sesuatu hal yang tidak kamu ketahui atau kurang mengetahui dalam suatu hal

    BalasHapus
  2. Tulisannya menarik... tapi sayangnya, referensinya kurang shahih, hal ini jika dibaca dan di yakini kebenarannya sendiri oleh penggali informasi, akan berbahaya, berbahaya terhadap Agama Islam. akan timbul fitnah baru.

    maka benar apa yang dikatakan Eupta Amin,
    "erhati-hatilah akan sesuatu hal yang tidak kamu ketahui atau kurang mengetahui dalam suatu hal"

    Apalagi di zaman serba modern sekarang ini, mari kita lihat bersama-sama, dimana-mana orang-orang turut berbicara masalah islam, karena fitnah teroris. Pemerintah yang notabene banyak yang korupsi bicara masalah islam, tukang sayur dipasar berbicara masalah teroris islam, artis di TV bicara masalah islam. Preman-preman pasar yang suka wira-wiri jalan kesana-kemari bicara masalah islam. bahkan anak kecilpun pulang sekolah sambil bermain ikut bicara masalah islam..

    Maka zaman sekarang, sungguh cukup susah menemukan informasi yang benar-benar shahih tentang islam, dikarenakan orang-orang baru mendengar secuil saja tentang islam, baru melangkahkan kaki untuk belajar agama sejengkal saja, sudah mulai berani gembar-gembor kesana kemari tentang islam.

    BalasHapus