Minggu, 27 November 2011

HALAL itu SEHAT, SEHAT juga HALAL

Berikut pandangan Islam Liberal tentang sertifikasi Halal yang ditulis Ulil Abshar Abdala yang dimuat dalam situs liberal di Indonesia

“Sehat” adalah kategori yang relevan untuk seluruh masyarakat Indonesia, baik Muslim atau non-Muslim. Sementara kategori “halal” hanyalah relevan secara terbatas untuk umat Islam saja. Tugas pemerintah sebagai institusi yang menaungi semua kelompok umat beragama hanyalah menjamin status kesehatan makanan. Sementara masalah halal dan haram adalah urusan dapur umat Islam sendiri.

Masyarakat Muslim harus bisa membedakan antara dua kategori: “sehat” dan “halal”. “Sehat” adalah kategori yang relevan untuk seluruh masyarakat Indonesia, baik Muslim atau non-Muslim. Sementara kategori “halal” hanyalah relevan secara terbatas untuk umat Islam saja. Tugas pemerintah sebagai institusi yang menaungi semua kelompok umat beragama hanyalah menjamin status kesehatan makanan. Sementara masalah halal dan haram adalah urusan dapur umat Islam sendiri.

Saya rasa pandangan orang yang mewakili "Islam Liberal" ini (Ulil Abshar Abdalla dkk) benar-benar menunjukkan bahwa mereka adalah sekumpulan orang-orang Liberal yang mengaku Islam. Syariat mana yang membedakan "halal" dan "sehat"?

Al-qur'an menganjurkan umat Nabi Muhammad SAW untuk memakan makanan yang halal dan menyehatkan. Satu lagi syarat makanan yang mendampingi kehalalan adalah "toyib", bisa diartikan bergizi, sehat, tidak menimbulkan mudarat. Jika seseorang menderita penyakit darah tinggi, "haram" baginya untuk memakan sate kambing, jika dikhawatirkan setelah makan penyakitnya akan kumat. Hukum sate kambing adalah halal, namun bisa berubah "haram" karena si pemakan adalah penderita darah tinggi dengan dalil "toyyib".

"Hai manusia! Makanlah dari apa-apa yang ada di bumi ini yang halal dan toyyib (baik), dan jangan kamu mengikuti jejak syaitan karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang terang-terangan bagi kamu." (al-Baqarah: 168)

Jelas ada relasi yang kuat antara "halal" dan "sehat". Itulah keutamaan bagi orang-orang yang mau berpikir dan tidak disertai nafsu.

Kenapa babi haram? 

Sampai bumi ini kiamat sekalipun babi dan segala macam turunannya adalah haram hukumnya. Mayarakat awam memahami bahwa babi haram dimakan karena dagingnya mengandung cacing pita yang tidak mati oleh suhu air mendidih. Benar, ini ilmiah karena penelitian biologi membuktikan, anak-anak sekolah diajarkan demikian.


Tetapi pertanyaannya yang akan muncul muncul adalah bagaimana jika teknologi manusia sudah bisa membunuh cacing pita tersebut, apakah babi halal dimakan?
Al-qur'an jelas mengatakan hukumnya haram maka haram, kecuali bila ada alasan yang dibenarkan syar'i. Mengapa? karena itu perintah Allah SWT, wajib bagi muslim untuk mematuhi tanpa syarat.


Ada banyak ibroh yang bisa dipetik bila kita patuh akan perintah Allah SWT sebagaimana yang dijelaskan oleh Ulama Ibnu Qoyyim al Jauziyah dan Syech Yusuf Qordhawi, namun itu tetap ibroh (manfaat/keutamaan) dan bukan alasan utama bagi kita untuk tidak memakan babi.

Ibnul Qayyim berkata: 

"Seseorang akan memiliki kemiripan karakter dan sifat dengan jenis makanan yang dikonsumsinya. Sebagaimana hikmah Allah pada makhluk-Nya juga berlaku pada syariat dan perintah-Nya. Oleh karena itu Allah mengharamkan segala perkara yang jelek atas hamba-hamba-Nya. Sebab jika mereka mengkonsumsinya makanan makanan yang jelek itu akan menjadi bagian dari tubuh mereka. Akibatnya bagian-bagian tubuh mereka akan mirip dengan jenis makanan tersebut. Jadi seseorang akan memiliki kemiripan dengan makanan yang dikonsumsinya, bahkan makanan tersebut akan menyatu dengan dirinya. Oleh sebab itu pula manusia lebih lurus tabiatnya daripada tabiat hewan karena makanan yang dikonsumsi juga lebih bagus. Mengkonsumsi darah dan daging hewan buas akan mewariskan sifat hewani dan setani kepada orang yang memakannya. Dan salah satu keelokan syariat adalah pengharaman jenis-jenis makanan tersebut. Kecuali jika terbenturan dengan maslahat yang jelas, seperti dalam keadaan darurat. Oleh sebab itu pula, ketika kaum Nasrani mengkonsumsi daging babi, maka terwarisi jugalah sifat keras kepala dan keras hati pada mereka. Demikian pula orang yang mengkonsumsi daging binatang buas dan anjing, maka iapun mewarisi kekuatan binatang-binatang itu. Karena kekuatan setani adalah kekuatan yang telah bisa masuk kepada binatang-binatang buas yang bertaring tersebut dan memang telah ditetapkan baginya, maka syariatpun mengharamkannya. Demikian pula halnya unta, kekuatan setani bisa masuk kepadanya, maka siapa saja yang memakan dagingnya diperintahkan untuk berwudhu'. Dan begitu pula keledai, sifat-sifat keledai akan melekat pada diri yang memakan dagingnya, maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam melarang kita memakan daging keledai piaraan. Disebabkan darah merupakan tempat mengalirnya setan maka Allah mengharamkannya. Barangsiapa yang memperhatikan hikmah Allah Ta'ala pada makhluk-makhluk-Nya dan syariat-Nya dan membandingkan antara keduanya, niscaya akan terbuka baginya ma'rifah asma Allah dan sifat-sifat-Nya." 

Ternyata untuk menjadi seorang Muslim/hidup sebagai Muslim tidaklah semudah masuk Islam.Nyaris harus jadi manusia yg sempurna luar dalam. 
Dikatakan Islam tidak mempersulit, Agama mudah, Agama yg paling baik dst. namun kenyataannya adalah tidak demikian. 

Bagi seorang Muslim ia harus tau cara membaca Alquran dan untuk memahaminya dia harus bisa berbahasa ARAB serta melengkapi dengan Hadis dan AsbhabulNuzul, untuk menjadi Muslim yg saleh ia harus mengetahui yg HARAM dan HALAL. Dua kata sederhana yg terdiri atas 5 huruf ternyata untuk memahaminya tidak sesederhana bentuk katanya. 
Untuk memahami kedua kata tersebut pun dibutuhkan Intelegensia yg cukup tinggi dan tidak semua Muslim mempunyainya. Ada ribuan hal yg dikategorikan sebagai Halal dan Haram yg dijabarkan para Alim Ulama dari Alquran dan Hadis. 

Dr Yusuf Qardhawi berkata:
Naluri manusia yang baik sudah barang tentu tidak akan menyukainya, karena makanan-makanan babi itu yang kotor-kotor dan najis.

"Dan Allah mengharamkan atas mereka yang kotor-kotor." (al-A'raf: 156)

Silahkan anda lihat di: 

Efek yang paling menakutkan dari memakan aabi adalah menurunnya sifa-sifat binatang (babi) pada diri manusia. Sifat-sifat buruk babi diantaranya:

1. Hidup Kotor dan Jorok
Babi lain daripada sapi, sapi tidak akan mau memakan makanan yang terkena kotoran. Lain halnya dengan babi, bukan saja ia mau memakan makanan yang terkena kotorannya bahkan kotorannya juga dimakan. 
2. "Seks Party"
Bila dalam satu kandang ayam ada dua pejantan dan satu betina, yang akan terjadi disana dua pejantan itu akan bertarung memperebutkan sang betina. Bila ada yang kalah, sang pemenang mendapatkan betina, ia berhak mengawininya. Bagitu juga sapi, sapi tidak akan mau mengawini sapi betina yang diketahui sudah "berkumpul" dengan pejantan lain. Ini manusiawi!
Lain dengan babi, bila ada dua pejantan dan satu betina dalam satu kandang, kedua pejantan itu akan beramai-ramai mengawini si betina, bahkan sampai terjadi analseks dan homoseksual antar dua pejantan tersebut. Nauzubillahi min dzalik!
maka benar seperti kata Syech Yusuf Qardhawi, "Sementara ahli penyelidik berpendapat, bahwa membiasakan makan daging babi dapat melemahkan perasaan cemburu terhadap hal-hal yang terlarang"

Sungguh jelas peradaban manusia pemakan babiNauzhubillahi min dzalik!

Read More......

Jumat, 25 November 2011

WEATHER and LOVE

Sebuah kisah antara cinta dan cuaca. Weather and love, how is your feeling? 

Dalam hatiku selalu merenung, benarkah cuaca dihari ini selalu mewakili perasaanku? akankah ketika hujan seakan tumpah ruah dari langit, hati ini sedang gundah. Apakah ketika halilintar tiba-tiba menggelegar dibelakangku, aku terperanjat, marah atau sedih yang tak berujung. Begiturkah?


Dibenakku, terkadang bilaku sendiri dalam kerisauan. Bayang-bayang kelabu bak serpihan memori dejavu yang kian berurai menjadi serangkaian sketsa. "Ada seseorang gadis kecil yang menatap keluar, menerawang dijendela basah, hujan turun deras membasahi pekarangannya yang ditumbuhi pepohonan lebat". Siapakah dia?

Makna cuaca yang selalu menjadi latar bagi deskripsi perasaan;

1. Angin sepoi-sepoi bertiup menghembuskan dedaunan kering. Pepohonan juga menggugurkan daun-daun yang telah menguning dari dahan pohon. Seakan-akan musim berganti dan udara berubah lembab. 
"Cuaca ini menjadi simbol nyanyian kasmaran, ketika menemukan seseorang yang ia cari atau jatuh cinta pada pandangan pertama. Di film Mohabbatein, event ini menjadi pembuka kisah cinta tiga tokoh utamanya"
2. Angin kencang menerpa wajah seseorang, rambutnya sampai tergerai oleh terpaannya. Panji-panji berkibar dan layar terkembang. The wind in our side and this is good day for die.
"Keadaan ini menjadi legitimasi bahwa alam telah berpihak. Gelora semangat menggelegar didalam sanubari setiap insan untuk berperang sampai mati, bertempur sampai hancur. Di film Red Cliff dan Pirate and Carribean, at World's End, event ini muncul menjelang final battle."
3.  Hujan turun deras malam ini hingga jalanan basah tergenang air. Halilintar memekakkan telinga menyambar sahut-menyahut, kilat putih tidak henti menerangi langit gelap, mega hitam bergulung-gulung diangkasa.
"Perasaan sedih bagai hati ini teriris perih, air matanya berlinang bersama air hujan yang deras membasahi wajah. Isak tangis luka membuatnya tak henti untuk melupakan sakit hati yang dirasa, ibarat luka menganga terkena air, pedih.... Sinetron-sinetron Indonesia kerap memakai scene seperti ini, sehingga tampak lebayy mengumbar penderitaan tokoh utamanya."
4. Sepasang kekasih berdiri saling bertatapan dibawah guyuran hujan. Hujan deras mendera hingga semua basah, tapi ini tidak disertai petir.
"Latar seperti ini akan membawa dua kisah tentang akhir para kekasih itu, sad ending or happy ending. Bila sad ending, maka hujan ini adalah simbol dari kesedihan, tetapi masih menyisakan asa bagi keduanya. Happy ending, ini menjadi akhir dari kisah cinta, the end and the story ended by romantic circumstance
Hujan disini berarti romantis atau kegalauan." 

 5. Hujan gerimis, air dari langit jatuh rintik-rintik bak puing-puing kecil. Hujan ini turun ditengah-tengah konflik sedang berlangsung.
"Hujan simbol yang memberikan arti pada dramatisasi keadaan. Hujan ini menjadi pemanis konflik agar situasi menjadi hidup dan tumbuh tunas-tunas haru.
6. Pagi dimusim semi, kuncup dedaunan hijau mekar diranting-ranting pohon. Tunas-tunas baru muncul dan burung-burung asyik bercengkrama, berkicau riang tak jemu.
"Dunia baru telah dimulai, the new era has began. Setelah melewati musim dingin yang melelahkan."


Read More......

Rabu, 23 November 2011

SARJANA JADI PETANI SAJA

Indonesia berpotensi menjadi lumbung pangan dunia, dengan lahan pertanian yang subur membentang dari sabang sampai merauke, matahari yang bersinar sepanjang tahun dan garis pantai terpanjang kedua didunia serta potensi laut yang kaya. Ketersediaan sumber daya alam yang memadai bukanlah secara otomatis ketahanan pangan nasional akan terpenuhi, tetapi harus ada phak-pihak yang berperan dalam mengelola potensi tersebut.
Birokrasi yang melahirkan regulasi dan stakeholder yang menyediakan fasilitas dan infrastruktur belumlah cukup, harus ada orang-orang terpelajar yang terjun langsung di lapangan. Suatu kebijakan, sebaik apapun kebijakan yang dikeluarkan untuk mendukung program pangan nasional akan mental di grass root, seperti contoh: keberhasilan program swasembada pangan beras 2009, produksi beras nasional melampaui kebutuhan pokok nasional, sehingga keran ekspor terbuka lebar. Apakah para petani kita ikut menikmati atas keberhasilan program tersebut? Tidak, taraf hidup mereka tidak jauh berubah.
Petani kita butuh seorang pendamping sekaligus mentor yang membimbing mereka, baik dalam proses produksi maupun nanti setelah pengolahan pascapanen. Para petani di Indonesia bukanlah orang miskin, mereka hanyalah orang-orang yang mayoritas tidak bisa mengelola kekayaannya. Bisa dikatakan para petani kita lemah dalam manajemen, sehingga pengelolaan hasil panen tidak maksimal. Sering pula mereka ditipu oleh tengkulak karena ketidaktahuan mereka dalam dunia marketing dan pemasaaran. Para “mafia” itu pintar memainkan harga pasar sehingga mencekik petani saat panen tiba.
Hal yang membuat para sarjana “malas” untuk terjun ke sawah dan babat alas untuk membuka lahan adalah ketika berhadapan dengan stigma masyarakat. “Sekolah tinggi-tinggi, kok ya jadi petani to nak?” Inilah problem sekaligus dilemma bagi para sarjana, sepertinya pekerjaan petani hanya teruntuk bagi orang-orang yang tidak sekolah atau bersekolah rendah, para sarjana haruslah jadi orang gajian saja (baca: pegawai).
Ingin rasa saya berteriak untuk menantang stigma negatif masyarakat itu, “Indonesia ini gak maju-maju karena petaninya gak sekolah, mau aja ditipu orang lain.” Atau, “Bapak harusnya sekolah dulu baru jadi petani, supaya jadi kaya raya seperti Mister petani di Amerika.”

Petani sejahtera, Indonesia Jaya!
Semboyan itu menjadi motto dari kementerian Pertanian RI, Prabowo Subiyanti dan Bob Sadino juga mengemukakan hal itu. Indonesia dikenal dari masa ke masa sebagai Negara agararis, dimana pertanian menjadi tulang punggung utama dan maritime sebagai pelengkap. Ada tiga pekerjaan orang-orang melayu yang begitu disegani bangsa asing; petani, nelayan dan perompak (Marsden, William 1783 M).
Sayang, potensi ini tidak menjadi menu utama untuk santapan mencari nafkah dewasa ini. Indonesia seperti dipaksakan menjadi Negara industri dan menjadi seorang enterpreneurs begitu seksi dikalangan mahasiswa. Kebijakan pemerintah dan program kampus cenderung menjadikan semangat wirausaha sebagai solusi untuk mengatasi ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Bukannya pesimis Indonesia bisa menjadi Negara Industri, tetapi Negara ini belum siap, pondasinya masih sangat rapuh.
Jika saja bangsa Indonesia mengalami revolusi layaknya Revolusi Industri di Inggris pada abad ke XVIII, saya yakin Indonesia pasti Indonesia akan selalu bergantung pada Negara lain. Kedelai, jagung dan daging kita masih impor, lalu darimana kita mendapatkan bahan baku untuk Industri?
Hal yang sangat kontradiktif adalah para pengusaha Indonesia, baik melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) maupun asosiasi lain selalu mengajak para kawula muda untuk berwirausaha, jadilah pengusaha (non-agraris) setelah lulus nanti. Seminar-seminar tentang kewirausahaan begitu marak di perguruan tinggi bak cendawan dimusim penghujan. Para pengusaha-pengusaha itu sampai rela menyempatkan waktunya untuk road show ke kampus-kampus. Sebagai seorang agent of change, mahasiswa adalah orang-orang terpelajar yang katanya kritis itu kenapa tidak timbul pertanyaan dibenaknya. Kenapa?
Sepuluh besar orang terkaya di Indonesia adalah orang-orang yang bergerak dibidang pertanian tetapi Industri mereka ada. Seperti perusahaan Rokok, mereka berkecimpung dalam pertanian tembakau dalam skala besar. Sinarmas Group ternyata juga memiliki perkebunan berhektar-hektar. Pengusaha “Sugar Group Company”, bergerak dalam pertanian tebu. Bakrie Group juga bergerak di bidang pertanian.
Apa artinya ini?
Para pengusaha itu menjadi kaya memang karena industri, tetapi yang menjadi periuk nasi mereka adalah produksi pertanian domestik. Sebagai contoh, rokok menjadi industri sejak melimpahnya stok tembakau karena program culture stelsel (tanam paksa) dari pemerintah Belanda. Tembakau mentah bejibun diekspor penjajah ke Negara lain. Karena banjirnya bahan baku didalam negeri, inilah start awal kemudian timbul inisiatif dari para boemipoetra untuk menangkap peluang dengan membuka industri rokok domestic, kemudian lahirlah perusahaan-perusahaan rokok seperti Djarum, Gudang Garam, Sukun, Sampoerna dan lain-lain.
Jadi manakah yang harus didahulukan, pertanian atau industri?

Revolusi Industri di Inggris
Belajar dari revolusi Industri di Inggris, paradigma yang muncul dibenak kita adalah revolusi pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi setelah ditemukan mesin uap oleh James Watt. Dari keberhasilan inggris membuat terobosan, mengganti tenaga manusia menjadi tenaga mesin sehingga produksi industry meningkat tajam.
Adakah dari kita yang berpikir bahwa “mesin uap”lah penyebab dari kebangkitan Industri? Mungkin sebagian besar dari kita menjawa, “ya”.
Saya katakan mesin uap hanya akibat bukan sebab, disebabkan dari membanjirnya stok bahan mentah pertanian. Kita tahu pada masa itu Kerajaan Protestan Anglikan Inggris mempunyai tanah jajahan terluas pada jaman kolonialisme. Semua tanah jajahan dijadikan basis pertanian, mereka selaku pemegang otoritas tertinggi mengendalikan kran eksport-import. Hingga pada suatu masa, dimana kebutuhan manusia kian meningkat dan bahan mentah itu dituntut untuk diolah menjadi barang jadi agar bernilai tinggi, menguntungkan dan bisa tahan lama, tidak cepat rusak.
Saat itulah ilmuwan-ilmuwan Inggris dipaksa untuk menjadi solusi dari masalah ini, hingga pada akhirnya James Watt muncul sebagai “pahlawan” untuk menjawab problema tersebut. Mesin uap menjadi awal perubahan sosial masyarakat dunia, seiring dengan perkembangan teknologi mesin produksi, insutri menjadi merajai dunia.
Belajar dari sejarah inilah, sudah seharusnya para ilmuwan-ilmuwan Indonesia fokus pada tekonologi tepat guna. Jarang ada ilmuwan yang menciptakan alat pertanian modern seperti di Negara-Negara maju. Kita tunggu saja, apakah ada “James Watt” baru muncul di Indonesia? sehingga nanti ada revolusi pertanian di Indonesia, semoga saja.
Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia melalui LIPI memiliki program bio-teknologi untuk pertanian. Penelitian rekayasa genetik itu telah menghasilkan varietas baru, yang lebih unggul dari varietas sebelumnya. Akan tetapi produk itu masih tekendala birokrasi, butuh sosialisasi intensif ke para petani agar mau memakai produk dari LIPI. Seandainya saja para petani kita didominasi oleh orang-orang terpelajar, mungkin sosialisasi itu tidak akan memakan waktu lama.

Indonesia menjadi Negara Industri
Indonsia sangat berpotensi untuk menjadi Negara industri, pertumbuhan ekonomi tinggi, angkatan kerja yang besar serta pangsa pasar yang luas dengan dua ratus empat puluh juta jiwa lebih penduduk. Tetapi menjadi Negara industri itu menjadi sangat “dipaksakan” apabila tidak diimbangi dengan semangat agraria dan bahari yang menjadi daya tarik Indonesia pada masa lampau.
Dari sini, saya mengajak para calon-calon sarjana maupun para lulusan perguruan tinggi nantinya akan menaruh perhatian pada dunia agararia, malah akan lebih baik jika bisa terjun langsung didalamnya. Supaya perimbangan opini antara semangat enterpreneuship (baca: Industri) dikalangan mahasiswa dengan ketersediaan ketersediaan bahan baku (baca: pertanian).

Read More......

PERAN GANDA

Sering dan ini kerap terjadi dihari-hariku dalam bulan-bulan ini, pagi aku harus berangkat kerja, pulang bila senja telah menjelang. Pagi hingga tengah hari aku di proyek dan selepas sholat zhuhur biasanya aku langsung meluncur untuk mengikuti kuliahku. Melelahkan namun juga menyenangkan.
Ada yang menarik dari kisah para tukang-tukangku.
“Bisa lembur sampai malam pak? Kira-kira sampai jam Sembilan atau sepuluh malam, mulainya jam tujuh pagi saja. Gimana?” Begitu tawaranku kepada mereka untuk mengejar defisit progress diproyek.
“Wah, gimana ya Mas. Waktunya itu lho yang gak ada,” sahut salah satu dari mereka.
“Ada acara apa pak kalau malam?”
“Ya gak ada acara sih mas, tapi....”
“Tapi apa?”
“Gini, pagi-pagi jam setelah sholat subuh itu langsung berangkat ke kebun atau sawah, menyiangi rumput atau sekedar menengok. Jam tujuh sudah dirumah, kemudian sarapan dan berangkat kerja ke proyek, pulang sampai rumah jam lima. Biasanya kalau gak undangan dari warga, waktu malam untuk kumpul bareng keluarga.”
“Ya, ya,” aku bisa maklum, aku sadar aku tidak sedang berhadapan dengan seorang tukang, tetapi ia juga petani, ayah dan suami.
Kurasa hidup memang begini, menjadi lelaki inilah yang harus kuhadapi, mau tidak mau ini menjadi takdir bagi “laki-laki sejati” menurutku. Dalam benakku dan ini banyak dipengaruhi oleh para ustadz dan murobbi yang menginspirasiku, aku melihat “lelaki sejati” itu tidak menjadi satu bagian  utuh, yang hanya memiki fungsi tunggal dalam hidupnya.
Mereka juga manusia, tetapi memiliki peran yang luar biasa dan itu tidak cuma satu atau dua saja, tetapi lebih dari itu. terkadang mereka bertindak sebagai guru jika dalam majelis pengajian, sebagai saudagar atau pengusaha dalam dunia kerja, menjadi seorang ayah dan suami yang peduli pada keluarga, berperan aktif di lingkungannya dan bertindak sebagai tokoh masyarakat, di keluarga besarnya ia juga berperan sebagai anak, kakak, kakek atau adik dan lain sebagainya.
Berkaca pada hidupku sekarang, rasanya belum apa-apa. Disini aku masih bertindak sebagai kuli karena aku berkerja, terdaftar sebagai mahasiswa tingkat akhir di Undip, menjadi pengurus disalah satu organisasi dan menjadi seorang abang bagi adikku. Rasanya masih banyak yang kurang dalam peranku sekarang ini, jadi tidak ada alasaan untuk sibuk bagiku. “Semua bisa diperjuangkan”, begini kira-kira ungkapan yang cocok .

Read More......

Minggu, 20 November 2011

TRANSFORMASI INDONESIA MELALUI PERNIKAHAN

Pernikahan adalah gerbang perubahan dan anak adalah agennya, sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw dalam hadist "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang akan mendidiknya menjadi seorang nasrani, yahudi atau majusi" ( Hadist Mutafaqqun 'alaih ), maka tugas dari fungsi dari pernikahan tidak sebatas melahirkan keturunan, tetapi juga mendidik mereka menjadi generasi penerus yang akan menegakkan nilai-nilai Islam. Anak yang soleh menjadi tonggak perubahan bangsa mulai dari hal yang terkecil, karena rumah tangga adalah dasar dari masyarakat dan bangsa.
Proses perubahan bangsa ini menuju cahaya Islam dimulai ketika terjadi hubungan dagang antara Kota Barus (Sriwijaya) dengan para pedagang Arab tahun sekitar tahun 625 M. Sejarah penyebaran Islam di Nusantara sendiri menjadikan pasar dan pernikahan sebagai gerbang Islamisasi di Indonesia. Prof. DR HAMKA mendapatkan informasi dari catatan seorang penjelajah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan suatu perkampungan Islam di pesisir Barat Sumatera. Orang-orang Arab yang bermukim itu melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi lewat jalan pernikahan.
Pada abad XVI M Islam sudah menjadi agama mayoritas di pesisir Utara Jawa, banyak penguasa daerah (Adipati) yang sudah memeluk Islam. Proses tansformasi sosial ini dilakukan Ulama dengan menjalin hubungan pernikahan dengan kaum bangsawan, seperti Sunan Ampel yang menikahkan putrinya dengan Raden Said alias Sunan Kalijaga, putra Adipati Tuban Tumenggung Wilwatikta.

“Pernikahan adalah transformasi itu sendiri, maka bekali diri untuk “mampu” agar perubahan itu tidak menggerus bahtera rumah tangga yang baru berlayar untuk bersandar di pelabuhan harapan. Merubah bangsa diawali dari diri sendiri untuk bersegera menikah dan melahirkan para tunas-tunas pahlawan pendobrak peradaban"

Read More......

neo-kolonialisme DIAWALI DARI POLITIK ETIS

Perusakan karakter bangsa melalui pendidikan ala barat menjadi senjata ampuh yang melenggangkan penjajahan Belanda hingga sekarang. Belanda terusir paksa untuk angkat kaki dari Indonesia 69 tahun yang lalu, tetapi “puing-puing” penjajahan yang ditinggalkan Belanda sejak bangunan kolonialisme berdiri megah di Indonesia.
Pelaksanaan politik etis adalah upaya untuk mempertahankan penjajahan. Mereka beranggapan bahwa jika Indonesia merdeka, mereka akan kehilangan segalanya. Indonesia, negeri yang kaya raya dibuat menjadi bangsa pengemis (Pramoedya Ananta Toer).
Noe-kolonialisme begitu mudah masuk melalui pintu gerbang yang bernama pendidikan. Rakyat dididik ala barat, sudah barang tentu kurikumnya telah dirancang sedemikian rupa untuk menghindari masyarakat menjadi “pintar”.
Perang Diponegoro atau Java Oorlog (1825 – 1830) menjadi trauma tersendiri bagi Belanda, perang lima tahun itu membuar nafas pemerintahan di Amsterdam menjadi kembang kempis, Negara harus menanggung hutang yang besar atas kerugian akibat perang jawa itu. Inilah ketakutan Belanda jika saja terus-terusan rakyat Indonesia didik oleh ulama-ulama Islam. Bisa jadi suatu saat nanti jika Indonesia merdeka, bangsa ini akan menyerupai Kesultanan Aceh Darussalam dan Kesultanan Demak abad ini.
Politik etis yang dicanangkan Belanda sebagai balas budi atas “kebaikan” Indonesia. Slogan balas budi dalam politik etis hanyalah pemanis bibir agar dagangan belanda laris dan dibeli masyarakat Hindia Belanda.  Politik ini pada akhirnya membuahkan pergerakan nasional, menjadi tonggak sejarah musim semi kebangkitan nasional. Namun efek yang jelas terlihat adalah upaya terselubung untuk menekan kelompok islam (Sarekat Islam). Belanda membangun sekolah-sekolah di Indonesia dan mendidik bangsa ini adalah untuk mencekokkan ideologi-ideologi seperti nasionalisme, komunisme, sosialisme, teosofi, kejawen dll, kemudian ideologi tersebut dibenturkan dengan Islam dan ulamanya.
 Ketauladanan Rasulullah SAW pada masa pergerakan nasional digerus habis, Belanda ingin menggantinya dengan Karl Max (Bapak komunis), Jhon Locke (pencetus ide demokrasi modern) dan Adam Smith (pendiri kapitalis).
Sejatinya kebijakan politik etis pemerintah kolonial Belanda memang untuk menjauhkan ummat Islam di Indonesia dari Rasul-Nya, bukan sebagai balas budi seperti yang tertera dalam buku Sejarah Nasional Indonesia
Misi terselubung dari pengggelontoran politik etis oleh pemerintah kolonial menurut Ahmad Mansyur Surya Negara dalam buku “Api Sejarah” (2009) adalah:
1.      Melumpuhkan ulama melalui politik etis dengan mengganti pola pendidikan pesantren.
2.      Pendangkalan ajaran agama dan perusakan budaya 

Read More......

NURANI KONSTRUKSI

Civil engineering bukanlah ilmu eksak murni. Disiplin ilmu ini tidaklah sama dengan elektro atau mesin, seorang sarjana elektro atau mesin bisa bersikap idealis atas dirinya dan sebagai engineer. Tetapi,  Hukum-hukum fisika tidak sepenuhnya bisa diejawantahkan dalam rekayasa dibidang sipil, ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan dan hal-hal itu jauh dari dari dunia teknik, sosial, ekonomi, politik menjadi faktor yang ikut mempengaruhi.
Dunia konstruksi dan teknik sipil erat kaitannya dengan infrastruktur, ekonomi, politik dan militer. Proyek pekerjaan sipil seperti gedung, jembatan, jalan, bendungan dan lain-lain selalu bersingunggan dengan manusia sebagai pekerja. Ketika suatu proyek pembangunan fisik dilaksanakan, proyek tersebut akan menyerap tenaga kerja, baik tenaga kerja yang terlatih (skilled) maupun buruh kasar yang hanya mengandalkan (unskilled). Semua pekerja dari segala latar belakang bisa ditampung di dunia ini, meningkatkan daya beli masyarakat dan menekan angka inflasi dan mengurangi angka pengangguran.
Pekerjaan konstruksi bak dua sisi mata uang, selain kemanfaatnya yang luas untuk menunjung perekonomian, proyek ini kerap disalahgunakan untuk kepentingan politik yang sarat dengan korupsi, kolui, dan nepotisme juga praktek suap pejabat menjadi menu yang tak tergantikan. Proyek fisik sering menjadi lumbung untuk mendulang pundi-pundi uang guna mengisi kantong-kantong kosong setelah pemilu.
Praktek KKN dalam pengadaan jasa konstruksi menjadi mulus ketika regulasi berupa KEPPRES no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa proyek yang bernilai kurang dari Rp. 100.000.000 bisa dilaksanakan dengan metode penunjukkan langsung. Jadi tidak mengherankan jika pada proyek pengadaan sering nilai pagu anggaran dipecah menjadi beberapa pekerjaan yang akhirnya masuk kualifikasi untuk penunjukkan langsung, kita tahu sama tahulah dalam penunjukkan langsung mesti saran akan kolusi dan nefotisme.
Inilah yang diajarkan demokrasi kepada kita. Besarnya dana kampanye pemilu menjadi beban untuk kandidat yang menang pemilihan untuk mengembalikan “modal” kampanyenya, melalui apa? Jelas dengan menyalahgunakan wewenang dan jabatan. Bisa jadi dengan kolusi dan nefotisme yang berujung pada suap-menyuap pada proyek pemerintah. Jadi jangan heran jika pada tahun pertama pemerintahan pasca pemillu, proyek fisik bejibun banyaknya.
Biarlah para pejabat disana disibukkan oleh uang dan cara mereka balik modal. Di-grace root sendiri, dikalangan para pekerja kasar, adanya proyek konstruksi menjadi berkah mereka sendiri. Disaat waktu menunggu panen tiba, jelas tidak ada yang dikerjakan oleh para buruh konstruksi yang rata-rata berprofesi sebagai buruh tani. Kerja menjadi buruh konstruksi menjadi pilihan untuk menambah uang saku anak mereka, agar dapur ngebul dan priuk nasi bisa diisi.
Sebagai pelaksana dilapangan dan sering berkomunikasi dengan mereka. Diketahi bahwa mata pencaharian mereka sebagian besar adalah petani, pedagang keliling, pengamen, bahkan ada juga pelaku kejahatan ikut bergabung menjadi buruh kasar. Inilah  manfaat yang dirasakan masyarakat kelas bawah dengan adanya proyek konstruksi.
Ada seorang tukang bangunan, jika tidak kerja diproyek ia menjadi pedagang siomay keliling. Apa manfaat proyek konstruksi yang anda rasakan? Sebagian besar dari mereka menjawab, “saya bisa mendapatkan penghasilan tambahan”. Hanya itu jawabannya, sebuah jawaban yang sederhana, jauh dari muluk-muluk akan manfaat dari bangunan ini jika jadi akan berdampak pada ekonomi, politik dan juga sebagai infrastrukstur penunjang kemajuan bangsa yang sering didengungkan oleh para pejabat-pejabat diatas sana dengan bahasa yang sangat akademis sekali.
Saya yakin jika mereka tahu manfaat yang luas dari proyek  ini. Saya rasa mereka akan membuang jauh-jauh praktek korup dalam sistem birokrasi dan usaha haram yang dilakukannya untuk menebalkan kantong sendri, memakan uang rakyat.
Seandainya mereka tahu? Kalaupun tahu lalu ditaruh dimana nurani mereka selama ini? Para pejabat kita ini mungkin kalah dari segi nurani kepada para buruh-buruh kasar konstruksi.

Read More......

"ADI"?

Aku, beginilah aku. anak pertama dari pasangan guru Sekolah Dasar yang harus menghabiskan waktu kanak-kanakku untuk mengabdi di SD terpencil. Terlahir sebagai nama Adi, sebuah nama yang jauh panggang dari api, biasanya anak dari sukuku memberi namanya dengan nama-nama yang berbau islam dan melayu, seperti penamaan Syah yang menjadi ciri dari melayu Sumatera, mungkin ini merujuk pada nama Sultan Muhammad Syah, raja islam pertama kerajaan Malaya (1276 M) yang kemudian melahirkan emperium generasi raja-raja Islam di wilayah semenanjung Malaka dan Sumatera. 

Pola akhiran dengan nama Syah ini seperti menjadi ciri, baik dari sisi kesukuan maupun secara Islam. Polanya hampir sama dengan penamaan Khan untuk keturunan Islam di India yang menginduk pada cucu Jengish khan Agung, Takudar Muhammad Khan yang menguasai belahan dunia barat dari setengah dunia yang di kuasai Mongol, berbagi dengan sepupunya Khubilai Khan, Kaisar Yuan yang menguasai belahan dunia bagian timur.

Setelah remaja baru kuketahui bahwa nama itu atas prakarsa Paman dan Ayah, atas rembugan mereka berdua tersebutlah nama itu,  hanya sekelumit itu yang kuketahui dari penuturan Ibu tentang asal muasal penamaanku. Adi, ketika kubuka di Kamus Besar Bahasa Indonesia, adi berarti; yang pertama, yang terbaik. Penamaan "adi" juga banyak di pakai untuk untuk menunjukkan makna "paling" atau “ter-“, adikuasa, adidaya, adipura, dll. 

Jikalau membahasakan "adi" dalam bahasa inggris, padanan kata yang cocok adalah the best dan the great. Nama Alexander the Great, cocoknya jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi "Iskandar Adi".

Nama Adi juga banyak ditemukan di setiap suku, bangsa dan negara. Pernah tersebut nama Adi dalam Siroh Nabawiyah, ada sahabat Nabi SAW yang bernama Adi bin Hattim, seorang mantan ahlul kitab yang berislam kepada Rasulullah. Adi juga ada di bahasa Sanskerta. Adi juga jadi nama salah satu jenis pantun Lampung, adi-adi

Begitulah namaku, sebuah yang unik jadi banyak dipakai dimana-mana, hingga nama itu menjadi nama pasaran. 

Read More......

Rabu, 02 November 2011

FLP Semarang trip to Kudus, sebetik perjalanan sebagai mula

Minggu, 23 Oktober 2011
Pagi yangcerah ketika malam hai Semarang diguyur hujan, rintik-rintik air jatuh ketika awan tidak kuat lagi menampung beban yang memberatkannnya.  Ketika rapat rapat kerja da pelantikan pengurus FLP Semarang akan digelar pagi ini. tepat 7.30 dari waktu yang dijadwalkan, aku menggelindingkan roda kendaraanku menuju masjid alhuda di Perumda Tembalang baru, persis berseberangan jalan dengan kampus Politeknik Negeri Semarang.
Acara pada pagi hari ini adalah rapat kerja dan pelantikan pengurus FLP Semarang 2011-2013, akan dilantik langsung oleh mbak Afifah Afra aka Yeni Mulati, S.Si selaku ketua FLP Wilayah Jawa Tengah.
Kegiatannya berlangsung seru, khidmat dan penuh barakah, insyaallah. Acara berakhir pada pukul 11.30 WIB.

Siang sehabis Zhuhur di Masjid Al-Huda di Perumda Tembalang Baru. Hujan turun membasahi permukaan bumi yang sejak lama tidak ia sambangi. Kami Adisaputra Nazhar, Syah Aziz, Roh Agung, Bambang Setyawan, Titi Rohmah, Siti Muawanah, Ropiq Hidayat, Caswitin Arif Mahruz, Syifa Azmy, dan Asep ketika itu harus terjebak hujan dan menunggu sekian lama hingga hujan ini reda. Ada yang aneh dengan hujan kali ini, jika melihat jauh ke timur dimana tujuan kami kesana begitu terang, awan putih pekat menyelubungi sebagian Kota Semarang, tetapi di Tembalang hujan dengan awan hitam legam.
“Hallo akh,” kata Agung dalam panggilan telpon, ia menelpon “sesuatu” untuk menanyakan “sesuatu”. “Di Pucang Gading hujan kah?”
Meski langit kini mendung hitam hujan kian deras, tetapi karuan saja wajah akh Agung jadi cerah. “Di Genuk, Kali Gawe sana tidak hujan,” begitu katanya dengan merona. Hehehee...
“Ya sudah ayo lekas, pakai jas hujannya. Kita berangkat, nanti dijalan juga reda sendiri,” begitu kata Syah Aziz ketua FLP Semarang yang baru dilantik, asupan semangat karena telah dibait tadi masih ditunjukkannya meski hujan.
Aku berdiri dibawah guyuran hujan, teman-teman yang lain berteduh hanya aku yang hujan-hujanan dengan memakai jas hujan lengkap, disana juga ada ukhti wiwik yang memakai payung. “Ada-ada saja orang satu ini, ternyata sudah sedia payung sebelum hujan, tetapi kalau naik motor? payung mah gak ada gunanya Neng,” gumamku dalam hati.
Ketika semua telah siap berangkat dan niat sudah terpatri dalam hati, sepertinya hati kami akan berteriak, “BERANGKAATTTT!!!!”. Motor sudah di-starter, mesin kini menggebu-gebu sudah ingin melangkh. Dan....na layau! Hujannya reda, haruskah aku bersyukur untuk keadaan ini? ya sudah, lupakan. Kita berangkat!
Tujuh motor melaju meninggalkan “pos” menuju stasiun pompa bensin terdekat. Maklum, meski hari mendung gini, motor kami lagi “haus” minta diisi bensin. Hehehee.... Ketika akan menuju pom bensin, Wawan dan Asep pamit untuk berangkat duluan karena harus mampir dikos teman mereka, janjinya adalah kita bertemu lagi di simpang tujuh Kudus.
Kini tinggal enam motor berjalan beriringan dengan tujuan Kota Kretek demi memenuhi undangan dari mantan 'perjaka ting-ting' sekaligus mantan ketua FLP Semarang, akh Ali Margosim.
Rintangan pertama yang harus kami lalui adalah turunan terjal Sigar Bencah dengan badan jalan yang bergelombang setelah itu melewati jalan sempit ditepi jurang yang curam dengan tebing terjal diatasnya (#lebayy.com). Lepas dari sana, perjalanan kini membelah daerah perumahan yang memang berjubel disana. Daerah Meteseh, Kedung Mundu, Ketileng dan Klipang memang diperuntukkan sebagai lokasi pemukiman. Dipertigaan didepan SLB Semarang, ada kecelakaan tunggal dimana dua orang remaja putri terjatuh setelah melewati jalan licin habis hujan. Akh Aziz yang ada dibarisan depan mencoba untuk menolong kedua remaja itu, tetapi kucegah dan meminta agar semua kembali melanjutkan perjalanan. Sudah ada yang dua orang pria yang menolong mereka, lagipula RSUD dekat dari lokasi tersebut. Masalahnya kita sedang berpacu dengan waktu untuk secepatnya sampai Kudus, menurut prediksiku perjalanan ini akan memakan waktu dua jam kedepan.
 Laju menderu membelah jalan-jalan aspal yang basah, dua tiga kelokan tajam kami sudah sampai di RSUD Ketileng. Suhu dijalan kala itu bikin gerah para pengemudi. Aspal yang terpanggang panasnya matahari selama enam jam, kalau tidak salah suhu aspal itu mencapai 70˚ C saat panas terik (kata dosenku sih gitu, terserah pembaca mau percaya atau tidak, kalau saya sih percaya saja, kalau tidak ya alamat bakal jeblok nilai ujianku). Kembali ke aspal (bukan “asli apa palsu” atau abal-abal, ini kita bahas aspal jalan raya). Ok dilanjut, ketika hujan menerpa bumi dan membasahi jalanan, maka udara panas akan terpancar keluar dari aspal jalan, inilah penjelasan ilmiahnya dan juga sifat dari batu alam adalah lambat menyerap panas dan lambat juga melepaskan panas, kira-kria berbanding terbaliklah dengan aluminium dan tembaga.
Kenapa ini jadi malah membahas aspal jalan? ok simak baik-baik kisah selanjutnya.
Beberapa meter dari RSUD sampai di pertigaan Kedung Mundu, kami memilih jalan lurus. Aku sebagai penunjuk jalan, memimpin rekan-rekan melintasi jalan Fatmawati sampai di ujung jalan jalan besar yang mengarah ke Purwodadi. Dari pertigaan itu, kemudi stang kuarahkan ke kiri, menunggu lampu lalu lintas menyala hijau kemudian berbelok kekanan melintasi Jalan Arteri Soekarno Hatta, jika terus ditelusuri jalan ini akan mengelilingi Kota Semarang dari arah utara dan berakhir di Bundaran dekat Indraprasta. Tetapi tujuan kami bukan kesana, hanya dua ratus meter kedepan kami berbelok, kulirik di plank hijau diatas  tertulis “GENUK” kemudian ada tanda panah ke kanan. Kukira hanya sekejap saja kami merasakan halusnya jalanan empat lajur dan dua jalur dengan terdapat median jalan ditengahnya.
Setelah pertigaan dari Jalan Arteri tadi, kini kami menyusuri jalan kecil, tapi tidaklah layak disebut sempit. Jalan terdapat dua lajur tanpa median jalan tersebut kurasa sudah layak jika dibandingkan dengan jalan lintas provinsi di Sumatera. Bangetayu, begitulah nama kelurahan dimana kami berada sekarang.
Kini hujan turun lagi, lampu sein kunyalakan sebagai tanda aku akan menepikan tungganganku. Kulirik lima motor dibelakangku juga turut melakukan hal yang sama, menepi untuk memakai kembali jas hujan yang telah dilepas. Gerah..., siapa yang tahan?!
Tidak membutuhkan waktu lama bagiku untuk mengenakan kembali jas hujan, hanya bajunya saja karena celananya masih kukenakan. Oh ya, ada yang lucu jika membahas jas hujan, akh Isnadi teman seperjalananku yang bertindak sebagai goncenger, nebeng atau apalah, yang penting dia bukan penumpang (secara gitu lho, ane bukan supirnya kale...).
Apa sih yang lucu?
Gini gue ceritaian, kita flash back dulu ke belakang, sesaat sebelum berangkat. Akh Isnadi ini dapat pinjaman rain coat dari ukhti Muawannah, karena cuma satu, jadi dibagi dua bersama Syifa. Nah Syifa karena perempuan dapetnya rain coat bagian rok, sedangkan bajunya ada di akh Isnadi.
Jrengg!!
Ketika jas itu hendak dipakai, wah ternyata sobek-sobek dan tidak layak pakai sama sekali, tetapi terpaksa dipakai, daripada basah? Gimana, pilihannya tidak banyak, hujan ketika itu turun deras sekali. Akhirnya akh Isnadi berpakaian “gembel” itu ikut membonceng di belakangku, tapi hanya beberapa jenak saja ia mengenakan “pakaian kebesarannya” itu,  (ini bukan pakaian kebesaran seperti punya Raja, tetapi sobeknya itu lho yang kebesaraan, hahahaaa... piss akh Isnadi) kini sudah dilepas.
“Kenapa dilepas akh?” tanyaku.
“Panas,” begitu jawabnya ngeles, tetapi aku tahu maksudnya, tetapi ini rahasia kita berdua ya akh.

Tadi ceritanya sudah sampai mana? 
Oh ya di Kelurahan Bangetayu sedang hujan.


Singkat saja, aku sudah mengenakan jas hujan kembali. Perseneling sudah kumasukkan ke gigi satu, motor kugas untuk siap melaju. Tetapi.... aku iba akan sesuatu, akh isandi tidak mengenakan apa-apa untuk berlindung dari gempuran hujan ini, kulihat ada jas hujan nganggur dimotorku.
“Pake jas hujan akh?” tawarku sembari menggodanya.
“Gak usah,” katanya cepat langsung tanggap.
" Nanti basah bagaimana?"
"Ah, sudah biarkan saja."
Tak sempat kulihat ekspresi wajahnya waktu itu, tetapi dari intonasi suaranya saja sudah membuatku geli. Kali aku harus menahan tawa, tetapi sedari tadi aku menahannya, kapan mau tertawa kalau begini?? Ya sudahlah, hujan pasti akan reda akh, gumamku dalam hati. Saran ana, antum berdendang lagu dangdut saja  sepanjang perjalanan kita,  “.... baju satu kering dibadan....”
Supra X-125D tungganganku dengan no.pol. BE 6353 MF kembali memimpin perjalanan, aku ada dibarisan depan lagi,hahahaa... teman-teman telah jauh tertinggal. “Pakai jas hujan apa mau kondangan mbak? kok gitu lamanya,” gerutuku dalam hati. Bila ditelaah ulang dan dipikir lagi secara matang, wajar jika mereka lama,  lupa kalau kita ini sedang berangkat kondangan? Eh tapi, tunggu-tunggu... masa pake jas hujan saja harus dandan? ah, what ever.
Bangetayu.... sesaat nama itu mengganggu konsentrasiku berkendara.
“Rumah ust. Anif itu ada didekat sini,” kata akh Isnadi sesaat sebelum roda kendaraanku menggelinding menyusuri jembatan layang yang melintasi jalan rel kereta api.
Iya benar, pantas aku seperti tidak asing dengan nama kelurahan ini, ternyata kami sedang melintas di kampung halaman senior kami di FLP, Habiburahman el Shirazy.
“Rumahnya belok kiri sebelum jembatan,” tambahnya lagi.
“Antum pernah ke rumah beliau akh?”
“Pernah beberapa kali.”
Melintas diatas jembatan layang, menapaki ketinggian, dalam rinai hujan sekilas rona mataku menangkap pemandangan sudut Kota Semarang yang padat oleh pemukiman disepanjang bantalan rel kereta. Jika hari cerah, laut biru dapat terlihat jelas dari atas jembatan ini.
“Akh, sebentar... ada sms dari ukhti Mua,” kata akh Isnadi seraya menepuk pundakku perlahan.
Sosok yang dimaksud akh Isnadi itu adalah Siti Muawannah. Biasanya nama panggilan itu ada di nama depan, tetapi Ibu Ketua Ranting Ngaliyan ini akrab dipanggil “Mua”, dia sepertinya nyaman dengan panggilan tersebut. Khusus untuk anak-anak FLP, ia “haramkan” memanggil dengan panggilan “Siti”, yang jadi masalah itu ada di Ikhwan. Pernah nama itu ditambahi oleh akh Aziz dkk, menjadi “Siti Kusnari”. Setiap orang yang mendengar nama itu untuk pertama kalinya pasti tidak akan merasa janggal, tetapi jika ditelaah lebih jauh dengan metode frase, dua kata itu seperti ber-homonim, (maaf ini bukan lebay). “Siti Kusnari” akan sama penyebutannya tetapi berbeda makna jika ditulis,” Si tiKus nari”. (Piss ah untuk ukhti Siti, ups! Salah... ukhti Mua).
“Apa katanya?” tanyaku sambil melepas gas motor dan laju kendaraanku mulai melambat
“Katanya mereka ketinggalan jauh.”
“Bisanya?”
“Gak tahu, lebih kita tunggu saja.”
Aku menyanggupi, motor kutepikan ketika telah melewati sebuah dua buah tikungan zig-zag, berbahaya menghentikan kendaraan di jalan menikung.  Bila kita berhenti ditikungan, dikhawatirkan akan terserempet oleh kendaraan lain yang melintas, ini akibat pengarauh gaya sentrifugal yang dihasilkan kendaraan ketika berbelok arah. Biasanya arah laju kendaraan tidak bisa sepenuhnya dibawah kendali si pengemudi, karena ada gaya luar yang bekerja. (Nah kalau bingung dengan apa itu gaya sentrifugal, coba buka-buka lagi buku fisika SMA atau search di google ya.)
Sejenak menunggu, akh Aziz melintas dengan senyum yang sumringah, meski memakai helm, ia tidak lalai dengan ciri khasnya ini, tersenyum walau lucu karena yang terlihat hanya giginya, sebagian mukanya tertutup pekat kaca helmnya. “Tin..tin!” ia ngebel sebegai isyarat, kami melambaikan tangan memintanya untuk terus melanjutkan perjalanan.
Hanya selisih tiga motor, menyusul Beat hitam dengan plat R. Ukhti Totti sedang asyik memacu tunggangannya meliuk-liuk dipadatnya lalu lintas. Syifa yang menyadari kehadiran kami, gak tahu si Totti melihat kami atau tidak yang jelas ia tidak sedikitpun memperlambat laju motornya ketika melintas persis dibatang hidungku.
Terpaut jarak yang cukup jauh dari rombongan Aziz, Ropiq sudah terlihat dari balik tikungan, lalu menyusul pasangan “emas” akh Mahrus dan akh Agung. Dua orang ini bisa dibilang pasangan yang kontroversial, cara berbocengannya itu lho yang bikin gak tahan, mana tahan?
Dua motor sudah melintas, selang berapa menit, tidak jua ada tanda-tanda kehadiran Revo hitam plat AA yang membawa ukhti Mua dan si Wiwik. Lama menunggu tidak jua tiba, lama menggerutu pun tiada gunanya, mau menyalakan cerutu tetapi haram hukumnya, lalu mau apa?
Beberapa meter lagi memasuki jalur Pantura, itu artinya perjalanan luar kota segera dimulai, tetapi kapan? Dua makhluk yang meminta dinanti ini tidak juga hadir disini.
Kok adoh men kacek’e?” akhirnya ada juga teman yang menemani menggerutu.
Lama, lama, lama.... nunggu, menunggu, menanti... kok lama ya? haduch....pusing.
.....
Akhirnya yang dinanti pun akhirnya kembali, Revo hitam plat AA membawa dua akhwat yang berkacamata namun sedang berkamuflase tiba juga. Mereka sampai, melintas dihadapan kami, lalu dipersilahkan mendahului, (kalau ditaruh belakang lagi, mesti akan tercecer lagi, saya berani garansi!).
Perjalanan dilanjutkan, jarak tempuh perjalanan masih 50 km lagi. Jarak yang lumayan jauh. Tiga motor melaju berjama’ah menuju batas kota dimana rombongan yang lain tengah menunggu kami disana. Saya dan Isnadi, Ukhti Mua dan Wiwik kemudian si pasangan “emas”, yang ternyata ikut pula menanti dua makhluk yang tercecer tersebut tetapi dilain tempat, berselisih jarak beberapa meter dari tempatku menunggu.
Langit hitam menggantung dibatas kota, mega-mega tebal menyelimuti suka duka diperjalanan. Perjalanan baru akan dimulai, melibas angkernya medan jalan yang dihuni truk-truk tronton dan teman sejenisnya. Hujan mulai reda dan cuaca sangat mendukung kala itu.


Bagi para musafir, mereka merasakan perjalanan ini terasa sangat singkat. Seperti halnya  hidup didunia, sekedar mampir untuk minum. Teruntuk bagi penulis, mereka tidak bisa melihat akhir dari perjalanan. Ia hidup di dunia, sekedar mampir dan menyediakan minum.

Bersambung....

Read More......