Minggu, 20 November 2011

NURANI KONSTRUKSI

Civil engineering bukanlah ilmu eksak murni. Disiplin ilmu ini tidaklah sama dengan elektro atau mesin, seorang sarjana elektro atau mesin bisa bersikap idealis atas dirinya dan sebagai engineer. Tetapi,  Hukum-hukum fisika tidak sepenuhnya bisa diejawantahkan dalam rekayasa dibidang sipil, ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan dan hal-hal itu jauh dari dari dunia teknik, sosial, ekonomi, politik menjadi faktor yang ikut mempengaruhi.
Dunia konstruksi dan teknik sipil erat kaitannya dengan infrastruktur, ekonomi, politik dan militer. Proyek pekerjaan sipil seperti gedung, jembatan, jalan, bendungan dan lain-lain selalu bersingunggan dengan manusia sebagai pekerja. Ketika suatu proyek pembangunan fisik dilaksanakan, proyek tersebut akan menyerap tenaga kerja, baik tenaga kerja yang terlatih (skilled) maupun buruh kasar yang hanya mengandalkan (unskilled). Semua pekerja dari segala latar belakang bisa ditampung di dunia ini, meningkatkan daya beli masyarakat dan menekan angka inflasi dan mengurangi angka pengangguran.
Pekerjaan konstruksi bak dua sisi mata uang, selain kemanfaatnya yang luas untuk menunjung perekonomian, proyek ini kerap disalahgunakan untuk kepentingan politik yang sarat dengan korupsi, kolui, dan nepotisme juga praktek suap pejabat menjadi menu yang tak tergantikan. Proyek fisik sering menjadi lumbung untuk mendulang pundi-pundi uang guna mengisi kantong-kantong kosong setelah pemilu.
Praktek KKN dalam pengadaan jasa konstruksi menjadi mulus ketika regulasi berupa KEPPRES no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa proyek yang bernilai kurang dari Rp. 100.000.000 bisa dilaksanakan dengan metode penunjukkan langsung. Jadi tidak mengherankan jika pada proyek pengadaan sering nilai pagu anggaran dipecah menjadi beberapa pekerjaan yang akhirnya masuk kualifikasi untuk penunjukkan langsung, kita tahu sama tahulah dalam penunjukkan langsung mesti saran akan kolusi dan nefotisme.
Inilah yang diajarkan demokrasi kepada kita. Besarnya dana kampanye pemilu menjadi beban untuk kandidat yang menang pemilihan untuk mengembalikan “modal” kampanyenya, melalui apa? Jelas dengan menyalahgunakan wewenang dan jabatan. Bisa jadi dengan kolusi dan nefotisme yang berujung pada suap-menyuap pada proyek pemerintah. Jadi jangan heran jika pada tahun pertama pemerintahan pasca pemillu, proyek fisik bejibun banyaknya.
Biarlah para pejabat disana disibukkan oleh uang dan cara mereka balik modal. Di-grace root sendiri, dikalangan para pekerja kasar, adanya proyek konstruksi menjadi berkah mereka sendiri. Disaat waktu menunggu panen tiba, jelas tidak ada yang dikerjakan oleh para buruh konstruksi yang rata-rata berprofesi sebagai buruh tani. Kerja menjadi buruh konstruksi menjadi pilihan untuk menambah uang saku anak mereka, agar dapur ngebul dan priuk nasi bisa diisi.
Sebagai pelaksana dilapangan dan sering berkomunikasi dengan mereka. Diketahi bahwa mata pencaharian mereka sebagian besar adalah petani, pedagang keliling, pengamen, bahkan ada juga pelaku kejahatan ikut bergabung menjadi buruh kasar. Inilah  manfaat yang dirasakan masyarakat kelas bawah dengan adanya proyek konstruksi.
Ada seorang tukang bangunan, jika tidak kerja diproyek ia menjadi pedagang siomay keliling. Apa manfaat proyek konstruksi yang anda rasakan? Sebagian besar dari mereka menjawab, “saya bisa mendapatkan penghasilan tambahan”. Hanya itu jawabannya, sebuah jawaban yang sederhana, jauh dari muluk-muluk akan manfaat dari bangunan ini jika jadi akan berdampak pada ekonomi, politik dan juga sebagai infrastrukstur penunjang kemajuan bangsa yang sering didengungkan oleh para pejabat-pejabat diatas sana dengan bahasa yang sangat akademis sekali.
Saya yakin jika mereka tahu manfaat yang luas dari proyek  ini. Saya rasa mereka akan membuang jauh-jauh praktek korup dalam sistem birokrasi dan usaha haram yang dilakukannya untuk menebalkan kantong sendri, memakan uang rakyat.
Seandainya mereka tahu? Kalaupun tahu lalu ditaruh dimana nurani mereka selama ini? Para pejabat kita ini mungkin kalah dari segi nurani kepada para buruh-buruh kasar konstruksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar