Rabu, 23 November 2011

PERAN GANDA

Sering dan ini kerap terjadi dihari-hariku dalam bulan-bulan ini, pagi aku harus berangkat kerja, pulang bila senja telah menjelang. Pagi hingga tengah hari aku di proyek dan selepas sholat zhuhur biasanya aku langsung meluncur untuk mengikuti kuliahku. Melelahkan namun juga menyenangkan.
Ada yang menarik dari kisah para tukang-tukangku.
“Bisa lembur sampai malam pak? Kira-kira sampai jam Sembilan atau sepuluh malam, mulainya jam tujuh pagi saja. Gimana?” Begitu tawaranku kepada mereka untuk mengejar defisit progress diproyek.
“Wah, gimana ya Mas. Waktunya itu lho yang gak ada,” sahut salah satu dari mereka.
“Ada acara apa pak kalau malam?”
“Ya gak ada acara sih mas, tapi....”
“Tapi apa?”
“Gini, pagi-pagi jam setelah sholat subuh itu langsung berangkat ke kebun atau sawah, menyiangi rumput atau sekedar menengok. Jam tujuh sudah dirumah, kemudian sarapan dan berangkat kerja ke proyek, pulang sampai rumah jam lima. Biasanya kalau gak undangan dari warga, waktu malam untuk kumpul bareng keluarga.”
“Ya, ya,” aku bisa maklum, aku sadar aku tidak sedang berhadapan dengan seorang tukang, tetapi ia juga petani, ayah dan suami.
Kurasa hidup memang begini, menjadi lelaki inilah yang harus kuhadapi, mau tidak mau ini menjadi takdir bagi “laki-laki sejati” menurutku. Dalam benakku dan ini banyak dipengaruhi oleh para ustadz dan murobbi yang menginspirasiku, aku melihat “lelaki sejati” itu tidak menjadi satu bagian  utuh, yang hanya memiki fungsi tunggal dalam hidupnya.
Mereka juga manusia, tetapi memiliki peran yang luar biasa dan itu tidak cuma satu atau dua saja, tetapi lebih dari itu. terkadang mereka bertindak sebagai guru jika dalam majelis pengajian, sebagai saudagar atau pengusaha dalam dunia kerja, menjadi seorang ayah dan suami yang peduli pada keluarga, berperan aktif di lingkungannya dan bertindak sebagai tokoh masyarakat, di keluarga besarnya ia juga berperan sebagai anak, kakak, kakek atau adik dan lain sebagainya.
Berkaca pada hidupku sekarang, rasanya belum apa-apa. Disini aku masih bertindak sebagai kuli karena aku berkerja, terdaftar sebagai mahasiswa tingkat akhir di Undip, menjadi pengurus disalah satu organisasi dan menjadi seorang abang bagi adikku. Rasanya masih banyak yang kurang dalam peranku sekarang ini, jadi tidak ada alasaan untuk sibuk bagiku. “Semua bisa diperjuangkan”, begini kira-kira ungkapan yang cocok .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar