Rabu, 16 Mei 2012

ISLAM bukan FUNDAMENTALIS


“Islam fundamental, kamu fundamentalis!”
Rasanya kata-kata itu luar biasa menyakiti jika saja ada yang berani menunjuk hidung kepadaku seraya mengacungkan telunjuk dan mengatakan demikian. Ada apa dengan fundamentalis sehingga harus dialamatkan kepada Islam? pada hakekatnya anatar fundamentalis dan Islam tidak ada kaitannya, ini sebuah pemaksaan makna yang salah jurusan sejak awalnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fundamentalis adalah penganut gerakan keagamaan yang kolot dan reaksioner yang merasa terancam oleh ajaran agama modern dan liberal sehingga merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat dalam kitab suci.
Begitulah makna fundamentalis dalam kaidah bahasa, tetapi bisakah itu ditujukan kepada Islam? menyandingkan makna Fundamentalis dan Islam sama halnya dengan pemerintah Amerika mencoba menyandingkan teroris dan Islam, tidak akan bisa dua hal itu disandingkan bila dibedah dengan pisau sejarah pemikiran. Mungkin bisa dua hal itu disandingkan secara bahasa, wajar saja bisa karena dalam ragam bahasa ada teori penyempitan makna dan perluasan makna.
Bila kita telaah dalam sejarah pemikiran maka makna Fundamentalis ini meluas dari yang sempit pada awalnya. Istilah fundamentalis mulai dikenal sebagai antitesa dari gerakan modern pada zaman renaissance.
Terminologi modern adalah sekat zaman yang dilakukan Barat untuk menandai berakhirnya kekuasaan Gereja yang mengekang kebebasan berpikir atau menggunakan akal karena kitab suci mereka bertentangan dengan sains.
Jika mengacu pada makna fundamentalis dari KBBI, jelas bahwa fundamentalis adalah antitesa dari modern, dan modern antitesa dari klasik dalam kajian sejarah pemikiran. Dalam kaidah bahasa, pada dasarnya makna fundamentalis khusus untuk gerakan keagamaan yang menolak kebebasan untuk menentang dogma Gereja.
Jadi eras klasik, modern dan post-modern tidak berlaku untuk peradaban Islam, karena secara epistemologi Islam, akal diakui sebagai sumber pengetahuan yang valid disamping sumber pengetahuan lainya. Pemisahan antara ilmu akherat dan dunia tidak pernah terjadi dalam konteks keislaman, kedua berjalan selaras sampai datang pemikiran barat yang mengobrak-abrik pola pemikiran kaum muslimin. Sepertinya barat begitu trauma pada kekangan agama gereja sehingga ketika melihat Islam dari kacamata sekularisme sebagai penganut mazhab klasik yang harus diberantas.
Konsolidasi istilah fundamentalis datang bersamaan dengan masuknya keilmuan barat yang begitu superior mengindahkan nilai-nilai sehingga nilai-nilai Islam menjadi proyek pemberangusan selanjutnya. Dalam akulturasi ilmu pengetahuan barat, mereka menemui tembok tebal para cendekiawan muslim yang berusaha membendung arus liberalisasi pengaruh barat dalam ajaran Islam. Dari sinilah istilah fundamentalis dilabeli kepada para golongan ulama yang menentang pemahaman liberal dengan arus modernisasi, seolah ingin memukul rata golongan islam dengan kalangan gereja. Padahal Islam tidak mengenal periode modern, klasik dan semua itu hanyalah istilah barat yang terlalu dipaksakan kepada kaum muslimin
Terjadi perubahan pola yang digeneralisasi sampai babat alas oleh kalangan barat, fundamentalis yang awalnya adalah gerakan reaksionis dari kalangan gereja untuk mempertahankan status quo, kemudian berubah pola bahwa semua yang gerakan anti Barat langsung dicap sebagai fundamentalis. Pola sama juga diterapkan pada masalah teroris dan Islam. Sejarah dunia teror, mencatat dua kubu teroris terkenal dari Irlandia yang selalu berseteru atas nama agama mereka melakukan terror. Teroris di Kolombia adalah kartel narkoba yang selalu menebar terror dalam aksi perebutan lahan jual heroin, sabu dan obat bius lainnya.

Read More......

Selasa, 08 Mei 2012

NO COUNTRY FOR OLD MAN!


Seminar “Konsolidasi Indonesia” yang diadakan gerakan Beli Indonesia dan Persatuan Punawirawan Angkatan Darat (PP-AD) hari selasa 8 Mei 2012 di auditorium FISIP Universitas Diponegoro bak “perang bintang” karena menggadang Jenderal-Jenderal Orde Baru sebagai pembicara mendampingi Rektor Undip Prof. Sudarto dan Ir. Heppy Trenggono sebagai key-note speaker.
Acara ini kehilangan subtansinya, entah siapa menunggang siapa, apakah gerakan “Beli Indonesia” menunggangi PP-AD untuk menggagas acara yang dihadiri oleh akademisi, mahasiswa dan politikus atau jangan-jangan malah sebaliknya? Karena opini yang dimunculkan oleh keduanya saling berkontradiksi. Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono membawa misi untuk menumbuhkan mental mencintai produk anak bangsa, langkah action yang digagas sedangkan PP-AD masih berkutat pada wacana ideology kebangsaan.
Acara dibuka dengan pembacaan pledoi Soekarno dengan Indonesia menggugat, seperti ingin menghadirkan suasana orde lama ditengah seminar seorang tokoh mantan Rektor Universitas 17 Agustus Semarang membacakan teks dengan meniru gaya Soekarno. Suasana diruangan seperti sengaja disetting seperti diskusi orang-orang nasionalis dari Partai Nasional Indonesia (PNI) Soekarno. Selain purnawirawan TNI juga mengundang putri kandung Presiden Indonesia pertama yang juga ketua umum PNI, Sukmawati Soekarno. Orasi dibuka oleh rektor Undip kemudian dilanjutkan oleh kuliah umum tentang ideology kebangsaaan.

Letnan Jenderal TNI (Purn) Kiki Syahnakri yang pernah diduga sebagai aktor di kasus Liquisa, 12 Januari 1995 yang menelan korban sedikitnya 6 orang tewas dalam pembantaian ninja saat ia bertugas di Timor Timur ini mengutarakan ide mewakili PP-AD agar mengembalikan UUD 1945 sebelum amandemen tahun 2002 pascareformasi. Tujuan mereka satu yaitu menyelamatkan NKRI dari bahaya neo-kolonialisme dan liberalisme. Pancasila harus menjadi ideologi tunggal seperti pada zaman orde baru dan harus ada pasal subversif yang bisa menghukum bagi mereka penentang ideologi pancasila.

Diskusi tentang masalah ideologi seperti ini adalah diskusi yang kontra-produktif. Sebaiknya sudahi saja diskusi mempertentangkan antar ideologi dan biarlah itu menjadi sejarah romatika masa orde lama, dimana Indonesia tidak jua selesai membangun karena energi habis terkuras dalam wacana tanpa karya. Usaha Soekarno untuk menengahi "pertikaian" ini dengan politik nasakom-nya (Nasional, Agama dan Komunis) malah menjadi blunder kejatuhan rezimnya oleh TNI dan Mahasiswa saat peristiwa revolusi 1966.


Secara garis besar usulan PP-AD untuk menina-bobokan rakyat Indoensia ke masa lalu agar mendukung ide mengembalikan format MPR sebagai lembaga tertinggi Negara dengan komposisi keterwakilan antar etnis dan golongan bukan keterpilihan seperti sekarang ini. Mereka menjual Ideologi serta menjual kekhawatiran akan nasib NKRI jika tidak segera kembali pada pancasila dan UUD 18 Agustus 1945. Indonesia ada lebih dari 400 etnis, dan ini berpeluang untuk pecah menjadi beberapa Negara seperti Uni Soviet yang memiliki 125 etnis kemudian pecah menjadi 15 negara baru. Sungguh ini mencederai demokratisasi yang sedang kita bangun selama satu dasa warsa ini.


Akan tetapi untuk mewujudkan ideologi ini harus berhadapan dengan beberapa kubu tembok raksasa yaitu (1) Liberal dan neo-kolonialisme, (2) Oppurtunis / Pragmatis, (3) Fundamentalis Islam, dan (4) Gerakan kiri Baru (politik balas dendam) yang membahayakan Negara. Ini juga bertentangan dengan UUD pasal 28 tentang kebebasaan berserikat, berkumpul dan mengemukakan pendapat.

Saya ini langkah konyol jika kita mau menuruti kehendak para Jenderal pensiunan tersebut. Jelas ini gaya orde baru sekali, ide mereka ada turunan dari cara-cara Soeharto melanggengkan kekuasaannya yang bertahan sampai 32 tahun. Ketika Sukmawati Soekarno mendapatkan kesempatan untuk bersuara, ia menolak ide-ide gila ini karena akan mengembalikan momok TNI yang suka melanggar HAM. Ia mengatakan bahwa ia adalah saksi hidup bagaimana TNI melakukan pembantaian terhadap pribadi atau golongan tidak sefaham dengan Pancasila. Sayang hanya beliau yang berani melawan arus, yang lain hanya pembeo.
Mereka ingin mengangkangi semangat reformasi 1998 yang telah diperjuangkan mahasiswa dan rakyat miskin kota. Alasan mereka sebagai lip service adalah untuk menyelamatkan NKRI dari cengkeraman korporasi asing, ini perang generasi keempat, perang pemikiran. Dan itu semua harus diproteksi dengan Pancasila.

Sekilas kita pasti akan terlena oleh orasi ala militer para Jenderal ini, tetapi ada kepentingan yang lebih besar dari sekedar mengembalikan UUD 45 sebelum amandemen, itu cuma alat. Dan tujuan mereka sebenarnya ingin mengembalikan dwi fungsi ABRI sebagai alat politik dan militer. Format MPR dengan keterwakilan golongan, jelas nanti bakal ada keterwakilan TNI disana parlemen. Militer akan kembali berpolitik dan militer akan kembali berbisnis. Ini mencederasi reformasi supremasi sipil dan profesionalisme TNI sebagai alat perhananan Negara. Rupanya para Jenderal menginginkan “jatah pensiunan” yang tinggi dari yang sekarang ini didapat, kemana lagi mencari uang itu kecuali dengan berbisnis setelah menajamkan kuku politiknya di Senayan, seperi dalam tulisan George Junus Aditjondro yang dimuat dalam Jurnal Wacana, edisi 17. Tahun III, 2004, Negeri Tentara: Membongkar Politik Ekonomi Militer.

Lalu pemaksaan ideology tunggal Pancasila kepada 240 juta penduduk Indonesia, saya rasa itu mencederai semangat kebhinekaan kita. Mustahil untuk menyamakan pemikiran orang-orang perorang untuk menerima suatu fakta, walau benar sekalipun. Semua orang mempunyai persepsi masing-masing, seperti halnya juga dengan pancasila. Ada yang berpendapat Pancasila itu hanya sekedar nilai-nilai luhur, bukan ideologi karena sifat dari pancasila sangat mutitafsir dan dibenarkan pula oleh Soekarno sendiri, “kekuatan pancasila itu ada dalam multitafsirnya.” Jadi sah-sah saja jika pancasila ditafsirkan menjadi liberal atau komunis, semua bisa dilakukan karena ia bak air yang bisa menyesuaikan bentuk wadahnya.
Benarkah Pancasila menjadi benteng dari pemikiran Liberal, Pragmatis, fundamentalis Islam dan neo-komunis? Saya rasa tidak, jika Pancasila tetap dipertahanakan sebagai azas tunggal, maka NKRI tidak pecah menjadi Negara-Negara berdasarkan etnis tetapi menjadi Negara-Negara kontra-pancasila.
Sebagai penutup ide dan gagasananya Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan, “old soldier never dies”. Tetapi saya lebih cocok jika diskusi kontra-produktif dengan purnawirawan TNI ini ditutup dengan seruan, “no country for old man.” 




Read More......

Senin, 30 April 2012

SASTRA DIATAS REALITA

Bila membaca sastra jaman pergerakan dari angkatan balai pustaka hingga anggkatan pujangga Baru kita akan menemukan model percintaan yang lain dan bertolak belakang realita sekarang. Sebuah potret percintaan dinovel-novel diawal abad XX itu bukanlah sebuah gambaran nyata dari struktur sosial masyarakat pada jaman itu, tetapi itu metafora dan simbol yang menunjukkan ideology si penulis.
Kita coba membedah roman “Siti Nurbaya” dan “Dibawah Lindungan Ka’bah”. Kisah yang tidak sesuai dengan konteks kekinian adalah gambaran tokoh Syamsul Bahri, sampai mati ia tidak pernah sudi melepaskan kekasihnya Siti Nurbaya dipersunting Datuk Maringgih, beragam cara ia lakukan hingga ia menemui ajalnya karena kegigihannya merebut Siti Nurbaya.  Meski Siti Nurbaya sudah berstatus istri orang tidak menyurutkan cintanya, ia tetap teguh pada cintanya pada Siti hingga ajal menjemputnya.
Sama halnya dengan Zainab, sampai ajal menjemputnya ia tetap menanti Hamid, pemuda desa yang telah pergi tanpa diketahui keberadaannya. Di roman itu Zainab begitu yakin bahwa Hamid akan datang suatu hari nanti untuk menjemputnya, karena keyakinan itu ia terus menolak lamaran keluarga Arifin yang menyuntingnya. Pada akhir ceritnya, Zainab dan Hamid meninggal dengan memendam cinta, cerita ditutup dengan kesimpulan bak kasih tak sampai, “jikalau di dunia ini kita tidak bisa bersatu maka diakheratlah tempat yang kekal.”
Dari cerita dua roman itu adalah bentuk sastra, kisah itu diramu dari fakta yang dibalut metafora. Setting saat ditulisnya novel itu pada zaman pergerakan nasional. Pada zaman itu muncul berbagai macam gerakan dan partai-partai beserta sampan-sempalannya. Ideologi menjadi adalah isu yang terus meruncing antar kalangan, bahkan sampai terjadi perpecahan antar golongan hanya karena ideology. Seperti halnya PKI yang menyempal dari organisasi induknya. PKI yang pada awalnya diisi oleh orang-orang Syarekat Islam, terjadi dualisme untuk meramu ideology komunis dan islam menjadi satu kesatuan atas dasar musuh bersama yaitu kapitalisme dan kolonialisme.
Tjipto Mangunkusumo akhirnya keluar dari organisasi Boedi Oetomo dan diikuti oleh beberapa rekannya yang lain karena organisasi itu dianggap tidak mewakili pemikirannya (ideology). Konon Boedi Oetomo adalah perkumpulan sekterian khusus untuk orang jawa dan ningrat. cita-cita organisasi ini adalah untuk mendirikan Negara di Pulau Jawa dengan falsafah Jawa sebagai ideologinya.
Lain padang lain belalang,
Lain lubuk lain pula ikannya.
Berbeda jauh dengan sastra dan realita pada awal abad XX, sastra abad XXI lahir menjadi sastra yang realistis.  Tawakal dan berserah diri kepada Sang Khalik menjadi ciri dari tokoh dalam novel percintaan abad millennium.
Mengacu pada tokoh Nurul dalm novel Ayat-Ayat Cinta yang begitu terpuruk karena Fahri yang begitu ia cintai diketahuinya menikahi gadis lain. Hancur dan remuk redam begitu yang dirasakan Nurul ketika itu, tetapi itu tidaklah berlangsung lama, kesedihannya terobati dan cintanya kepadanya dengan mudah berpaling kepada tokoh Khalid yang akhirnya menjadi suaminya.
Senada pula dengan Tokoh Azzam dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Diawal cerita mencintai Anna, dan Anna diketahuinya adalah calon istri sahabatnya, Furqon maka dengan ikhlas Azzam mengubur cintanya pada Anna dan mendoakan agar Anna dan Furqon bahagia atas pernikahannya. Tetapi takdir menghendaki lain, diakhir cerita Anna dan Azzam akhirnya menikaha setelah Furqon menceraikan Anna.
Cerita Anna, Azzam dan Furqon bisa kita sebut sebagai kisah Siti Nurbaya abad modern antara Siti Nurbaya, Syamsul Bahri dan Datuk Maringgih, yang membedakannya adalah Syamsul Bahri dan Khairul Azzam memiliki pandangan yang berbeda tentang hidup.
Dari cerita dua novel itu adalah bentuk dari sastra, kisah itu diramu dari fakta yang dibalut metafora untuk memotret realita hidup dimana kisah itu ditulis. Mengutip perkataan Anis Matta, “Sekarang adalah masa untuk berkerja, masalah ideology sudah selesai dibahas pada jaman Imam Hasan al-Banna oleh ulama-ulama pendahulu kita.”
Berbicara masalah ideology rasanya tidak relevan lagi dimasa sekarang yang terpenting adalah pengejawantahan dari teori yang sudah ada. Hasil adalah tujuan utama, seperti halnya Nurul yang memutuskan untuk menikah dengan Khalid dan melupakan Fahri adalah sebuah langkah yang pragmatis, menikah dengan siapa itu bukan perkara asal tujuannya sama yaitu untuk Allah SWT.
Apapun ideology itu asalkan bisa membuat Indonesia sejahtera, itulah yang diutamakan untuk melawan arus globalisasi yang menuntut kita lebih fleksibel dalam setiap kebijakan.

Read More......

Sabtu, 31 Maret 2012

ISLAM MENCINTAI PERANG BUKAN CINTA DAMAI?

Islam mendefiniskan perang adalah ekspansi tidak kenal batas wilayah geografi yang menghambat dakwah Islam melalui jihad (perang) fisabilillah menegakkan kalimat “La illaha illallah” di bumi Allah. Dijaman kejayaan kekhalifahan Islam tidak dikenal dualisme antara perang dan damai, dengan kata lain kata damai tidak ada dalam kamus kaum muslimin, hanya satu azaz yaitu perang. Damai hanya istilah sempit untuk mengungkapkan suatu keadaan sebelum atau sesudah perang.
Pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, beliau Ra melakukan revolusi demografi, yaitu pemisahan antara sipil dan militer. Tentara muslim yang masuk militer digaji baitul maal, tapi ada juga tentara dari sipil yang ikut berperang untuk menggugurkan kewajibannya atas Jihad. Pemisahan ini tidak ada dijaman sebelumnya, bahkan dimasa Rasulullah SAW masih diberlakukan sipil bisa dikondisikan menjadi militer dan militer adalah sipil. Sejalan dengan sirah sahabat, alkisah Abdurrahman bin Auf hanya bisa ditemui di tiga tempat yaitu di masjid, di pasar dan di medan perang. Dan perang dijaman Rasulullah SAW dibiayai oleh beberapa orang sahabat Ra.
Suatu ketika dimasa pemerintahannya, Umar bin Khaththab bertanya kepada putrinya sekaligus istri Rasulullah SAW, Hafsah binti Umar. “Berapa lama batas seorang istri menahan rindu menanti suaminya?” dan dijawab Hafsah, “empat bulan”. Berdasrkan pendapat Ummul Mukninin itulah, Umar melakukan rotasi pasukan, setiap tiga bulan sekali tentara Allah itu dipulangkan untuk bertemu keluarganya, kemudian memakai kembali seragam militernya ketika panggian jihad datang kepadanya. Lain halnya dengan tentara yang berasal dari kalangan Sipil, setelah tunai kewajibanya berjihad, mereka kembali menjadi warga sipil biasa, melanjutkan profesi semula.
Berdasarkan penjelasan diatas, sesungguhnya tidak ada masa damai didalam sejarah Islam. Kaum muslimin selalu berperang melawan ketidakadilan dimuka bumi ini.

Read More......

PERANG

Perang adalah instrument politik. Perang juga tidak bisa dilepaskan dari asas hidup manusia. Insting makhluk yang bernyawa adalah bertahan hidup dan menjaga eksistensinya, keduanya dekat dengan yang namanya perang.
Pada zaman patriarki, ada tiga romantika penyulut bara peperangan antar kaum, harta, tahta dan wanita. Harta dan tahta adalah tujuan dari nafsu manusia untuk hidup, begitu pula dengan wanita .
Jadi perang bukan saja instrument politik tetapi murni sebagai instrument diri sebagai manusia. Dalam kajian syariah, perang (jihad) adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim, dan itu jihad perang selalu diikuti oleh jihad harta.
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS AL BAQARAH:216)
Perang tidaklah buruk, perang tidak bisa dicap sebagai kejahatan yang kejam, karena perang hanyalah instrument (alat) dan alat itu ibarat pedang yang bergantung pada siapa yang menghunuskannya, mau dipakai membunuh musuh atau mengiris bawang. Jika perang dikatakan busuk, yang busuk adalah manusia yang menjalankannya, demikian sebaliknya. Sama halnya dengan politik, banyak orang bilang politik itu kotor, tetapi tidak demikian kita mendudukan dikotomi antara perang dan politik. Bila politik itu kotor, mereka yang kotor adalah orang-orang yang berpolitik, sedangkan politik sebagai alat tidak semudah itu dinodai hingga merubah makna, maksud dan tujuan dari politik.
Paradigma negatif tentang perang kita dapatkan dari stigma barat. Kita menilai perang karena berkaca pada sejarah peperangan bar-bar dan tidak berprikemanusiaan yang pelakunya adalah Negara-negara barat. Perang Nafoleon, perang dunia I, Perang Dunia II, Perang Vietnam, semuanya memakan korban jiwa yang luar biasa banyak, mereka memberikan terror kepada warga sipil. Bukan hanya itu, salah satu efek pascaperang yang dilancarkan barat adalah kemiskinan, kelaparan dan hutang besar yang harus ditanggung oleh Negara-negara yang bertikai bahkan negara sekitarnya juga tak luput kena imbasnya.
Seharusnya kita membuka kembali sejarah perang yang dilakukan kaum muslimin, sejarah perang yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat. Pada zaman sepuluh tahun kekuasan Khalifah Umar bin Khaththab Ra terjadi perang besar yang berkepanjangan sampai masa Khalifah Usman bin Affan Ra. Pasukan muslim saat itu menguasai sepertiga dari dunia, kekaisaran Romawi Timur, Bizantium hancur dan Persia berhasil direbut. Apakah Kekhalifahan Umar bin Khaththab menanggung hutang besar akibat perang?  Apakah masyarakat ketika itu hidup menderita akibat ekspansi pasukan muslim? Sejarah tidak mencatat adanya "bencana" di negeri-negeri yang telah dibebaskan oleh para mujahidin tersebut, bahkan itu menjadi rahmah bagi mereka karena lepas dari kekejaman penjajahan negara-negara adidaya ketika itu. 
Dan satu hal yang mencengangkan bahwa Khulafaur Rasyidin kedua itu tidak meninggalkan hutang sedikitpun ketika menyerahkan tampuk kekuasaan ke Usman bin Affan menggantikan dirinya menjadi Amirul Mukminin, kita tahu bahwa perang pasti menguras biasa yang luar biasa besarnya.
Lain halnya dengan Amerika dan sekutu dalam perang Afghanistan dan Iraq (2001 - ?). sepuluh tahun berperang, Amerika Serikat menanggung hutang yang besar dan Negara sekutunya di Eropa terkena krisis ekonomi, demikian pula dengan Negara yang diserang, mereka menderita kerugian moril dan materiil.
Inilah perbedaan perang muslim dan kafir. Apakah kita tetap menilai perang dari kacamata barat?

Read More......

TUMPAS KELOR

Tumpas kelor adalah peristiwa muhibah melebihi bencana alam, termasuk kejahatan perang luar bisa. Genosida masal yang tercatat dalam sejarah Nusanatara, Majapahit menmggunakan tangan besi untuk menumpas habis Mahapatih Nambi beserta pengikutnya di Lamajang.
Diceritakan panjang lebar di Kidung Sorandaka dan disinggung juga di Serat Pararaton dan Kitab Negarakertagama. Bahwa Nambi mengambil cuti panjang karena Ayahnya, Pranaraja sakit lalu meninggal dunia pada tahun 1316 M. Nambi masih berduka, kemudian datanglah Ramapati menjenguk. Ia menyarankan kepada Nambi untuk memperpanjang cutinya, dan ia akan kembali ke Kutharaja Majapahit untuk menyampaikan permohonan ijin Nambi ke Sang Prabu Majapahit, ketika itu dijabat oleh Jayanagara.
Dengan liciknya Ramapati menyampaikan fitnah bahwa Nambi telah mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara menelan mentah-mentah informasi dari Ramapati dan memimpin sendiri pasukan Majapahit untuk menumpas Nambi. Pararaton mengisahkan Nambi mati di benteng pertahanannya di Rabut Buhayang, karena dikeroyok Jabung Terewes, Lembu Peteng dan Ikal-Ikalan Bang dan Kerajaan Lumajang ditumpas habis beserta Arya Wiraraja selaku penguasa daerah timur. Genangan darah tumpah ruah ditimur jawa, kerajaan Lumajang dibumihanguskan tanpa petilasan. Inilah tumpas kelor.
Tidak ada yang tersisa dari keluarga Nambi, sanak keluarganya dibantai bahkan Arya Wiraraja juga ikut ditumpas habis tidak tersisa, inilah kejahatan perang Majapahit terhadap pengikut setianya, terhadap para founding father kerajaan. Nambi, Arya Wiraraja, Lembu Sora dan Ranggalawe adalah orang-orang yang berjasa menegakkan Kerajaan Majapahit diatas reruntuhan kerajaan Singasari, mati mengenaskan atas nama pemberontak. Tragis!
Indonesia, Negara yang dibangun dengan berpijak pada Kerajaan Majapahit, dikutuk untuk mengulang sejarah kelam Majapahit. Tumpas Kelor dilakukan Indonesia untuk menumpas PKI sampai akar-akarnya, semua individu yang mempunyai hubungan dengan Komunis ditumpas habis, tiga juta jiwa rakyat Indonesia harus jadi korban sejarah. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1966, dua puluh tahun setelah Indonesia merdeka (1945-1966), persis sama dengan Tumpas Kelor keluarga Nambi di era Majapahit, dua puluh tiga tahun setelah Majapahit berdiri (1293-1316).
Jika pemberontakan DI/TII Kartosoewiryo, tiga tahun dari Indonesia merdeka (1945-1948) adalah cerminan dari pemberontakkan Ranggalawe, dua tahun dari Majapahit berdiri (1293-1295) dan diikuti oleh pemberontakan-pemerontakan lainnya, seperti PRRI/Permesta, Pemberontakan APRA, dan lain-lain. Pada masa jaya Indonesia hingga menjadi macan Asia pada Jaman orde baru saat Presiden Soeharto berkuasa sejalan dengan masa kepemimpinan Hayam Wuruk.
Kini Indonesia berada pada masa “Perang Paregreg”, Era Reformasi Indonesia semakin kacau dengan permasalahan hukum, ekonomi, korupsi dan keadilan, persis seperti kacaunya pemerintahan Majapahit akibat perang saudara berkepanjangan.
Akankah datang masa sadyakalaning Indonesia? Sejarah Majapahit sudah melaluinya pada masa sirna ilang kerta ning bumi.

Read More......

Selasa, 20 Maret 2012

CATATAN PERJALANAN MENUJU SELO, LERENG GUNUNG MERBABU DAN MERAPI

Malam minggu ini, Sabtu 17 maret 2012 kuhabiskan dengan mengunjungi Selo, Boyolali. Daerah kecamatan yang ada dikabupaten yang terkenal akan susu sapinya itu terletak diketinggian 1500 mdpl, Desa Sampiran tempatku bermalam itu ada diradius 3 km dari puncak Merapi dan daerah ini masuk kawasan ring satu
Perjalanan ini sungguh tidak ada dalam rencanaku ketika mengunjungi Desa Semowo untuk menyerahkan gambar DED, detail engineering design pembangunan gedung paud Al-Ittihad Desa Semowo, desa tempat kuliah kerja nyataku sebulan yang lalu. Berangkat dari Semarang sehabis zhhur, sampai disana pukul 14.20 WIB memang memakan waktu lama karena ada macet panjang saat melaju di Karang Jati. Baru istirahat sebentar di Pondok Pesantren datang tawaran dari Pak Imam selaku kepala yayasan, beliau akan mengunjungi Desa Selo dalam rangka menghadiri undangan wali santri diacara Ruwatan, bersih desa di bulan Bakda Mulud. Langsung saja kuiyakan tawaran itu, ia begitu detail mendeskripsikan Desa Selo dengan landscape-nya yang menawan, terletak diantara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi, terbayang diimajinasiku akan mendapat pengalaman baru, mengunjungi tempat baru dengan pesona alamnya yang mengagumkan.
Selo dalam bahaa jawa berarti antara, senggang. Desa itu adalah kawasan pertanian sayur-sayuran, kubis, tomat, cabe, wortel dan varietas andalan petani disana adalah tembakau. Sesampainya disana kurasakan dingin kaku, setelah melalui jalan mendaki dari belok ke barat Pasar Ampel, Boyolali itu terus naik keatas, kemudian melalui jalan berkelok berliku, dikiri jurang dikanan tebing. Sepanjang perjalan mataku dimanjakan oleh kabut putih tipis ala pegunungan, tetapi sesuatu yang mengganjal itu timbul ketika motor Supra yang kutumpangi melewati sungai-sungai kering. Gila, ini daerah resapan hujan tetapi sungai tidak ada airnya.
 Kami berdua disambut dengan senyum oleh penduduk desa yang ramah-ramah, eh ternyata salah alamat. Kata tuan rumah, rumah wali santri yang dimaksud tempatnya ada dibawah. Lanjut kami mengunjungi rumah kedua persis dibawah lerang disamping rumah pertama tadi, lagi lagi kami salah lagi,  tetapi warga dengan sopannya tetap ramah menyambut kami dan mempersilahkan masuk, sebenarnya agak sungkan juga jika tidak bertamu, sudah dipersilahkan. Karena hari sudah mulai gelap dan waktu menjelang maghrib kami mohon ijin untuk melanjutkan perjalanan ke rumah santri itu karena itu adalah prioritas kami. Persis disamping rumah itu adalah rumah yang kami maksud.
Acara Ruwatan, para warga tampak saling berkunjung satu sama lain. Ketika kami datang, Pak Imam disambut dengan panggilan Kyai Gede, maklum beliau putra dari alm. Kyai pengasuh Pondok Pesantren Al-Ittihad yang terkenal. Masuk kami disana, sudah ada beberapa tamu yang nampak sedang berbincang-bincang ringan, ternyata kami bukanlah tamu satu-satunya. Ada seorang anak kecil dirumah itu, sepertinya ia kelas V SD menurutku. Ia lalu lalang didepanku menghidangkan segelas air teh panas. Tamu lalu lang keluar masuk dengan intensitas yang cukup tinggi. “Tidak lelah kau dik?” begitu tanyaku yang iba, kelelahan nampak diwajah dan keringatnya waktu itu. Pak Imam seperti sudah bisa berbaur dengan siapa saja, bisa mengorol dengan mudah. Obrolan mereka tidak jauh-jauh dan hanya berkutat pada masalah pertanian, aku tidak bisa masuk untuk nimbrung kedalam obrolan mereka. Lain halnya jika membicarakan tentang kenaikan BBM mungkin saya bisa jadi provokator mereka untuk menolak kenaikan harga BBM, heheehhe.
Lepas dari satu rumah itu, berlanjur ke kunjungan ke tempat lain. begitu seterusnya, sampai Pak Imam dijemput teman seperjuangannya ketika nyantri di Pondok Pesantren Nganjuk. Rencana mereka akan reuni, kami berpindah dari kaki Gunung Merbabu menuju Desa Sampiran di kaki Gunung Merapi.
Disana, kukira ada acara konferensi atau talkshow, tetapi talkshow apa yang diadakan di Gunung dengan udara sedingin ini? begini saja badanku terasa beku menahan dinginnya malam, angin bertiup kencang. Ternyata yang kukira talkshow tadi adalah program bincang-bincang radio MMC, Merapi Merbabu Community, teman Pak Imam yang akan kami temui ini adalah pengelola radio tersebut sekaligus ketua umum Radio Komunitas Indonesia. Pak Siman namanya, sudah lima tahun lebih mereka tidak berjumpa lagi ketika dulu bersama dalam mengadvokasi penolakan warga untuk dalam proyek hutan konservasi di kawasan Kecamatan Selo. Peristiwa itu berlangsung pada tahun 2002 saat Megawati selaku Presiden RI mencanangkan program tersebut, sebenarnya itu program itu bagus untuk menjaga kelangsungan ekologi, tetapi....
Asyik mendengarkan orang siaran di studio, saya sambi membaca bulletin yang dikeluarkan LSM International “Landcare” yang berkonsentrasi memberikan penyuluhan konservasi air dan lahan pertanian. Buletin ini disupport oleh Kedutaan Besar Finlandia selaku funder. Kemudian tanpa diduga datanglah Margono atau Gogon, sudah sembilan tahun Pak Imam tidak lagi ketemu beliau yang dulunya intens berkomunikasi lewat LSM yang menyuarakan kepenolakan ahli fungsi lahan pertanian menjadi hutan lindung dan hutan konservasi, proyek itu sarat kepentingan kapitalis.
Sungguh perasaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, raut wajah ketiganya begitu cerah. Pertemuaan yang tidak terduga dan siapa yang menyangkan malam minggu yang dingin in akan menjadi reuni ketiga aktivis itu. merasa butuh ruang yang memadai untuk menumpahkan isi kepala, kami mengungsi ke rumah joglo dibelakang studion, itu adalah rumah orangtua Siman, sedangkan ia punya rumah di Solo bersama istri dan anak-anaknya. Keruan saja, bertahun-tahun tidak berkumpul mereka berdiskusi panjang membahas apa saja, mulai dari mengenang saat-saat ketika mereka bersama, berdiskusi masalah politik dan juga agama. Kini aku bisa nimbrung, setidaknya aku bisa mengimbangi karena politik dan agama adalah sesutu yang tidak terpisahkan bagiku. Mereka berdiskusi sampai larut malam, sedangkan aku pasif menjadi pendengar yang baik, kalau saja ada yang kurang berkenan aku segera mengemukakan pendapatku. Setelah larut malam, ada makanan terhidang, dan kami makan, kemudian setelah selesai aku beranjak tidur. Sementara mereka, aku tidak tahu lagi mereka... aku terlelap.
Dipagi hari, udara terasa dingin luar biasa. mengambil air wudhu saja terasa beku, air kusentuh terasa salju. Sungguh indah pemandangan ketika itu, menatap puncak Merapi dan Merbabu dipagi hari. Sayang angin masih saja bertiup kencang seperti semalam, jadi dingin aku tak tahan berlama-lama berdiri menikmati alam di pekarangan masjid. aku kembali untuk berkemul.

Read More......

GELIAT EKONOMI SAAT PERAYAAN RUWATAN DI KAKI GUNUNG MERBABU

Ruwatan adalah tradisi dimasyarakat Selo, Boyolali. Sebuah tradisi unik masyarakat yang menghuni lereng antara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi ini mengadakannya sebagai even tahunan. Bersih desa, ada beberapa masyarakat yang menyebutnya demikian. Ada dua lagi acara serupa yaitu Lebaran dan Saparan.  Ketiga acara ini digelar dibulan-bulan kalender islam, acara Saparan diadakan dibulan Safar, Lebaran pada awal bulan Syawal dan Ruwatan diadakan baru-baru ini yaitu pada bulan Rabiul Akhir. Bakda Mulud, begitu orang-orang lokal biasa menyebutnya.
Acara Ruwatan hampir sama seperti perayaan dihari raya Idul Fitri, setiap keluarga menyediakan hidangan untuk menjamu ramu. Waktu-waktu yang diambil dalam acara Ruwatan ini setelah selesai masa tanam tinggal menunggu masa panen tiba. Dalam rangka mengisi waktu senggang para petani, diadakanlah acara tersebut. 
Para tamu bukan saja datang dari luar desa saja bahkan sampai luar kota, sanak family yang jauh mereka undang untuk merayakan bersama, tidak heran jika banyak mobil dan motor dengan nomor polisi  luar kota berseliweran di jalan-jalan disekitar lerang gunung. Seperti halnya lebaran, kita bertamu kemudian bersalaman saling maaf-memaafkan, bercengkerama sambil menikmati hidangan. Acara ini pun berlangsung seperti itu, tetamu yang datang disambut tuan rumah dengan ramah, disajikan berbagai macam penganan khas lalu sambil mencicipi diselingi dengan obrolan-obrolan ringan terkait pertanian, mulai dari varietas pertanian yang sedang prospek untuk ditanam, bahkan sampai jual beli mobil menjadi perbicaraan yang umum.
Para tetamu yang berkunjung biasanya tidaklah lama, sekitar 10-20 menit sudah cukup kemudian mohon pamit untuk melanjutkan kunjungan ke tetangga lain. Satu hal yang unik, tetamu harus dan wajib makan (nasi) yang juga sudah terhidang di tempat terpisah. Para tamu biasanya makan sekedarnya barang 2-3 sendok sebagai syarat, tidak sampai kenyang karena akan melakukan hal itu lagi ketika berkunjung ke tempat lain.
Bila ditinjau dari kacamata ekonomi, acara-acara seperti ini pasti akan menggerakkan perekonomian dikawasan tersebut terutama disektor riil. Perputaran uang disana bisa mencapai angka milyaran rupiah. Setiap keluarga rata-rata membelanjakan uang Rp 2.000.000,- s/d Rp 5.000.000,- untuk menghidangkan jamuan. Ada berapa kepala keluarga dalam satu kecamatan Selo? Ketika dan menjelang perayaan otomatis akan ada perpindahan manusia, bisa dihitung perputaran uang dalam dalam arus transfortasi saat terjadi kegiatan ekonomi didalamnya?
Kegiatan semacam ini, acara swasembada warga desa hanya dapat ditemui dikomunitas masyarakat tani. Orang kota atau orang kantoran yang super sibuk tidak akan waktu luang untuk melakukannya. Entah siapa yang pertama kali menggagas acara seperti ini? Entah apa dan bagaimana tujuan semula dari diadakannya acara seperti ini? itu tidaklah penting, hal yang substansi ini adalah cara pemerintah (dulu) untuk menggerakkan ekonomi mikro dikalangan masyarakat tani. Pada saat musim panen, jika tidak ada perayaan Ruwatan, hasil panen akan masuk lumbung atau disimpan dalam bentuk uang. Jika dua hal diatas terjadi, inflasi akan meningkat karena perputaran uang berjalan lamban. Oleh karena itu, dikemaslah kegiatan ekonomi tersebut dalam bentuk budaya, salah satunya  ya acara Ruwatan di Selo ini.
Pada zaman kerajaan dahulu, banyak diadakan acara-acara besar untuk menghibur masyarakat seperti acara peringatan hari besar Islam, peringatan Maulid Nabi SAW dan lain sebagainya yang kesemuanya itu untuk menarik warga berpergian ke alun-alun atau ke pusat kerajaan, dengan adanya perpindahan manusia selalu diiringi oleh kegiatan ekonomi, seperti transaksi dalam bentuk jasa, jual beli dan rekreasi. Acara-acara itu serupa bukan saja ada dipusat kerajaan saja bahkan dikalangan rakyat jelata juga dilakukan, seperti prosesi pernikahan, sunatan, peringatan kematian dan sedekah bumi dilakukan dengan meriah sampai menyedot banyak sumber daya.
Panglima besar Islam, Shalahuddin Al-Ayyubi adalah penggagas pertama peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum menyerang Yerusalem untuk merebutnya dari pasukan musuh dalam perang Salib (1099-1187 M). Salah satu alasannya mungkin untuk menggerakkan ekonomi, agar uang segera berputar cepat dan Negara (Kekhilafahan Abbasyah) dapat memungut zakat lebih banyak untuk mengisi kas baitul mal. Perang memerlukan dana yang tidak sedikit.

Read More......

RENCANA LIBERALISASI AIR DAN SUMBER DAYA MINERAL DI SELO

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, Ayat 3 menyatakan,
“Bumi, air dan kekayaan alam yang mengandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakya”.
Salah satu “prestasi” pemerintahan Presiden Megawati dalam kurun waktu 2001-2004 adalah lepasnya beberapa aset strategis milik Negara.
Wilayah Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali yang  terletak di lereng Gunung Merbabu dan Merapi menjadi salah satu yang menjadi proyek “dagangan” Ibu Mega. Tujuan  dari program ini adalah konservasi lahan menjadi hutan lindung dan hutan konservasi. Daerah dengan ketinggian diatas 1300 mdpl akan dijadikan kawasan hutan lindung dan daerah dibawahnya akan dialokasikan untuk daerah  hutan konservasi dan lahan pertanian.
Pada dasarnya program ini baik, dan juga program konservasi ini didukung oleh lembaga pendidikan sekelas Universitas Gajah Mada (UGM) yang akan membuka kajian tentang kehutanan jika proyek ini berjalan. Ekologi didaerah antara (selo) lereng Gunung Merpai dan Merbabu kondisinya sangat memperihatinkan, meski daerah ini adalah daerah tangkapan hujan dan daerah aliran sungai (DAS) tetapi mayoritas sungai disana mati, tidak ada air yang mengaliri. Beberapa LSM lokal maupun asing yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup juga banyak melakukan kajian dan sosialasi ke masyarakat untuk mengubah pola pertanian mereka ke pertanian konservasi, salah satu adalah Landcare. Tetapi, pemerintah seperti otoriter dalam hal ini, program sosialisasi belum dilaksanankan mereka sudah menggagas ide untuk relokasi sekian ratus kepala keluarga untuk mengosongkan kawasan.
Timbul berbagai gejolak penolakan dimasyarakat, bukan karena program ini tidak baik atau merugikan kaum tani yang terpaksa harus menempati lahan baru dan memulai hidup baru disana tetapi ada pihak ketiga yang campur tangan dan ikut menopang dana demi keberlangsungan proyek ini.
Danone, Perusahaan multinasional ini ikut bermain agar proyek ini berjalan. Setelah menguasai sumber air di Klaten lewat aqua-nya, Perusahaan Yahudi yang berkantor pusat di Prancis ini rencananya sudah “memesan kue” kepada pemerintah agar mereka bisa memonopoli pengelolaan  sumber air dan mineral yang terkandung didalamnya. Daerah lereng gunung berapi adalah daerah yang kaya akan sumber mineral dan airnya juga lebih segar karena proses penyaringan alami oleh bebatuan. Jelas ini pelanggaran UUD 1945.
Pada akhirnya proyek ini tertunda dan sampai Megawati lengser proyek ini belum berjalan, masyarakat tegas menolak segala bentuk kapitalisasi dalam bentuk kepenguasaan asing di sektor sumber daya alam. Ini tidak lebih dari penjajahan.
Heran, memang benar-benar heran. PDIP, partai tempat Megawati bernaung, partai yang sering berkoar-koar menggelorakan pemikiran Soekarno, mereka berideologi kekiri-kirian katanya, tetapi pada hasilnya sama saja, terjebak dalam arus liberalisasi. “Jualan” BUMN menjadi andalan pemerintahannya. Miris, jika Bapaknya sebagai Founding Father negeri ini hidup kembali dan melihat ulang anaknya mungkin ia akan malu telah membesarkannya.
Masih segar diingatakan kita perkataan Presiden Soekarno, “tiga ratus lima puluh tahu kita dijajah oleh bangsa asing, tidak akan kita serahkan lagi kekayaan negari a ini kepada asing, jika kita belum bisa mengelola biarkan itu tetap terkubur, nanti anak cucu kita yang akan mengelolanya.”
Jika ada partai politik yang jualan Ideologi dewasa ini, sesungguhnya itu omong kosong belaka. Pancasila itu sudah tidak laku lagi sebagai Ideologi Negara. Dijaman orde baru Pancasila dijadikan alat penguasa untuk menekan lawan politiknya

Read More......

Senin, 27 Februari 2012

MENGAJI SEJARAH SEBAGAI KITAB KEJADIAN*

* satu jam menulis serentak milad FLP ke 15

Sejarah bisa ditulis dengan tinta emas maupun tinta hitam. Sejarah menurut para fisuf adalah biografi orang-orang besar. Esensi dari sejarah sebagai sebuah cerita karena menyangkut tentang kejadian personal dan kejadian yang terpaut ruang dan waktu. Dalam sebuah sejarah sebagai sebuah kejadian selalu ada pelajaran yang bisa dipetik, tidak peduli itu sejarah antagonis yang ditulis dengan tinta hitam maupun kisah protagonist yang ditulis dengan tinta emas.
Sejarah sebagai sebuah keadian, peristiwa akan terus berulang ditempat dan waktu yang berbeda, demikian pula dengan personal sebagai pelaku. Cakramanggiling, itulah istilah filsafat jawa yang bisa menggambarkan bahwa roda perputaran waktu akan selalu berputar, seperti halnya alam mayapada ini yang berotasi dalam sehari dalam berevolusi dalam setahun. Alam semesta ini berbentuk cakra (bundar) dan akan selalu berputar, hanya saja perputaran sejarah/ kejadian sulit untuk diprediksi secara akurat, karena alam semesta ini mempunyai dimensi yang tak hingga.
Bumi sebagai tempat kita ini berpijak ini adalah penampakan dari dunia tiga dimensi, itulah mengapa kita bisa memprediksi satu jam lagi matahari akan naik tepat diatas kepala berdasarkan kejadian berulang karena saat ini waktu menunjukkan pukul 11.13 WIB. Berdasar pada dunia ini adalah tiga dimensi itulah kenapa manusia bisa menentukan ruang dan waktu. Rumus ruang adalah panjang dikali lebar dikali tinggi, sedangkan konsep waktu adalah satu tahun 365/366 hari, satu hari duapuluh empat jam dan satu jam adalah enam puluh menit, satu menit enam puluh detik dan satu detik?
Kejadian dibumi yang tercatat baik oleh sejarah bisa begitu mudah dicerna manusia karena sejarah itu masih dalam tataran dimensi ketiga, antara ruang dan waktu. Lalu kenapa manusia tidak bisa memprediksi akan musim, arah angin, bencana secara akurat, padahal hal demikian telah tercatat dan merupakan kejadian yang berulang dalam sejarah?
Jawabannya adalah otak manusia belum bisa menangkap dengan terang imajinasi akan adanya dimensi keempat, dimensi kelima, dan seterusnya. Berapakah tingkat tertinggi dari dimensi jagat raya ini? jawaban menurut hukum fisika, rumus persamaan vector menjelaskan pada kita bahwa dimensi memiliki dimensi hingga tak hingga, namun akal manusia hanya sanggup menerima sampai dimensi ketiga saja. Wallahu’alam bish shawab.

Alam jagad raya ini luas sampai tak hingga, bahkan semua seluruh satu luas yang dibuat manusia dibumi ini tidak sanggup mengukur betapa luasnya jagad raya ini. Satuan yang dipakai adalah angka satuan cahaya, dan itu adalah angka satuan dari alam. Albert Einstein pernah mengatakan, tidak akan ada benda mampu bergerak melebihi kecepatan cahaya, sekalipun itu ada, tetapi tidak ada material yang bisa mempertahankan bentuknya akibat berbenturan dengan udara. Mungkin jika ada suatu zat yang bisa berlari kencang melebihi kecepatan cahaya, dia zat yang kekal karena bisa melawan arus putaran waktu.
Sejarah memang akan terus berulang, namun bukan kejadian yang terkait dengan ruang dan waktu, tetapi esensi, hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian masa lalu guna menyongsong masa depan. Sejarah itu berulang bukan dengan menghadirkan ruang dan waktu dimasa lalu kemudian memindahkannya dimasa kini. Itulah kenapa sejarah penting untuk dicatat dan dibaca sebagai pijakan melangkah untuk hari esok.

Sejarah Sebagai Arus Perputaran Waktu

Ada sebuah kisah klasik dari negeri Tiongkok, diceritakan dalam epos drama “The Promise”. Kisah tentang budak seorang jenderal yang bisa berlari sangat kencang, konon kecepatan lari sang budak bisa melebihi putaran waktu, dengan ia bisa mengulang waktu dengan berlari ke timur berlawanan arah dengan perputaran matahari mengelilingi bumi.
Pada suatu ketika ia membawa sang majikan untuk mengubah sejarah hidupnya yang ditinggal pergi istrinya. Mereka berhenti dikejadian saat Sang Jenderal diam terpaku membiarkan istrinya pergi begitu saja, saat itulah sejarah berubah sang Jenderal belajar dari masa depan bahwa ia tidak bisa hidup tanpa seorang isteri yang mendampingi. Ketika ia berhadapan dikejadian itu untuk kedua kalinya, Sang Jenderal mengakui kesalahannya dan tidak segan-segan mencium kaki isterinya untuk meminta agar ia tidak mengurungkan niatnya tersebut.
Akhirnya Sang Jenderal kembali hidup bersama dengan istrinya.
Ada beberapa poin yang dipertanyakan jika filsafat sejarah adalah seperti yang ada dalam kisah diatas. (1) Bagaimana kelanjutan sejarah (kejadian) sang Jenderal dimasa itu sedangkan dirinya sebagai subjek telah berpindah dari masa itu ke masa lalu dan menjadi subjek disana menggantikan dirinya subjek juga dimasa itu? (2) Apakah sejarah itu mempunyai banyak versi seperti hal dunia yang mempunyai banyak dimensi?
Pertanyaan diatas bisa dijawab dengan jawaban “ya” atau “tidak” dan tidak membutuhkan penjelasan kenapa jawabannya adalah “ya” dan jawabanya adalah “tidak”. Ini menyangkut kepercayaan, religion, dan kepercayaan bukan perkara ya atau tidak, benar atau salah, semua kembali pada diri sendiri, kembali pemahaman masing-masing tentang aqidah.
Jikalau pertanyaan diatas diajawab “ya”, membenarkan bahwa konsep sejarah adalah bercabang, tidak linier dan mempunyai banyak versi dalam satu subjek, maka inilah yang disebut dengan reinkarnasi dalam kepercayaan suatu agama, dan itu banyak dianut oleh penduduk asal dari kisah diatas.
Islam mengkaji pula tentang filsafat dan sejarah sebagai sebuah kejadian. Al-qur’an banyak memuat kisah tentang kejadia Nabi dan Rasul terdahulu yang sebagian besar diturunkan dalam periode mekkah sebagai bahan kajian dan landasan bagi Rasulullah SAW untuk melangkah dalam dakwah. Jawaban atas dua pertanyaan diatas dalam islam adalah “tidak”, sejarah adalah suatu garis takdir yang linier, tidak bercabang dan hanya memiliki satu versi tunggal untuk seorang subjek. Semua garis ketetapan sejarah itu telah ditulis dalam kitab lauh mahfudz.
Ada sebuah riwayat hadits yang berbunyi, “Silaturahmi akan menambah rizki dan memanjangkan umur.”
Lalu jika umur bertambah karena silaturahmi, berarti sejarah rentetan kejadian yang bercabang buka lagi linier? Ada dua pendapat ulama tentang hadits ini terutama yang menyangkut masalah umur, yang pada intinya semua dua-duanya mengerucut pada satu kesimpulan bahwa sejarah adalah rentetan kejadian yang linier, mengikuti garis takdir yang telah ditetapkan di Lauh Mahfudz. Jika Allah menetapkan sesuatu, maka Ia akan menciptakan sebab-sebabnya.
Pendapat pertama dari ulama, Silaturahmi dapat memanjangkan umur, ini dilihat bukan dari makna sebenarnya. Silaturahmi dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai wasilah untuk saling menasehati, lewat buku-buku yang beliau tulis banyak para ulama terdahulu seperti masih hidup sampai sekarang, ia dikenang akan ajaran-ajarannya. Jadi yang dimaksud dengan “memanjangkan umur” tidak berarti umur bertambah, hanya saja keutamaan dari umurnya itu yang bertambah panjang.
Dan pendapat yang kedua, benar bahwa umur akan bertambah dengan silaturahmi, akan tetapi hukum sebab-akibat itu berlaku. Poin-poin dikitab Lauh Mahfudz jelas dengan sangat rinci menjabarkan orang-orang panjang umurnya oleh karena disebabkan banyak-banyak bersilaturahmi. Dan itulah ganjaran bagi orang bersilaturahmi.

Sejarah Antara Fiksi dan Fakta
“Batas antara fiksi dan sejarah adalah kesesuaian dengan keadaan, jika itu terjadi maka tokoh fiktif akan dikenang sebagai tokoh sejarah.”
Anne Frank, gadis kecil berusia 13 tahun yang ditawan bersama keluarganya di kamp Nazi. Sehari-harinya ia menulis diary tentang apa-apa yang ia alami dari 12 Juni 1942 hingga 1 Agustus 1944. Ketika Anne Frank meninggal dunia dalam usia yang sangat belia, dia meninggalkan catatan harian yang terkenal di dunia.
Akibat kediktatoran sebuah rezim, banyak sejarah masa lalu dari sebuah bangsa dibelokkan untuk kepentingan penguasa. Sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara menggugat hari kebangkitan nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei berdasar pada hari kelahiran organisasi priyayi, Boedi Oetomo. Ahmad Mansyur Suryanegara menggunakan novel “Sang Pemula” karya Pramoedya Ananta Toer sebagai landasan ilmiah untuk mendukung pendapatnya.
Pada zaman kediktatoran Majapahit kejadian serupa juga terjadi, Pemerintah Majapahit menuliskan sebuah serat pararaton / kisah para raja-raja pada abad ke XV yang memuat kisah fiksi Ken Arok sebagai trah agung yang menurunkan Raja-Raja Majapahit adalah titisan Dewa Wisnu. Kisah dalam serat ini ditulis dalam rangka menjaga stabilitas politik Majapahit akibat perang saudara memperebutkan kekuasaan, yang bermula dari perebutan antara anak selir Hayam Wuruk(Wirabumi) dengan menantu Hayam Wuruk (Wikramawardhana).
Diary Anne Frank pada dasarnya adalah kisah-kisah hariannya yang ditulis dengan sangat subjektif, tetapi oleh penguasa (Ameriaka) dilegitimasi sebagai fakta sejarah, tanpa mengangkat kisah diary itu agar masuk ke tatara ilmiah. Demikian pula dengan penentuan Hari Kebangkitan Nasional berlandaskan pada hari lahir Boedi Oetomo (BO), ini tidak sesuai dengan fakta sejarah karena organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) telah berdiri tiga tahun sebelum BO diresmikan oleh dr Sutomo. Hal ini terjadi karena intervensi penguasa untuk mengubah sejarah demi stabilitas politik waktu itu dimana partai Islam semakin kuat dengan ketokohan Muhammad Natsir, dan Muhammad Hatta selaku perdana menteri berdosa besar karena ia yang melegitimasi.
Pada dasarnya kitab Pararaton adalah murni fiksi (folklore). Serat, babad dan karya sastar kuno kedudukannya dalam kepenulisan sejarah adalah sumber sekunder, yang primer ada pada prasasti. Kisah-kisah Pararaton juga banyak bertentangan dengan prasasti, ini terkait dengan subjek, ruang dan waktu. Akan tetapi sejarah Majapahit ditulis berdasarkan sumber-sumbe sekunder dari karya sastra jaman tersebut.
Dari tiga kisah diatas jelas termaktub bahwa batas fiksi dan sejarah hanya sebesar rambut dibelah tujuh, tipis sekali. Sejarah adalah his-story, cerita-nya (nya = laki-laki). Di jaman patriarki, dimana kekuasaan semua ada pada laki-laki, sehingga makna his dari kata history menunjukkan kekuasaan, jadi sejarah adalah cerita yang subjektif, subjektif menurut sejarawan yang mengikuti kehendak penguasa. Bisa saja kisah-kisah masa lalu yang kita baca hari ini sebenarnya adalah fiksi yang kemudian dilegitimasi oleh penguasa menjadi sejarah, atau fakta sejarah yang kemudian digelapkan menjadi kisah fiksi (Folklore).
Sebuah sejarah tentang pergerakan teroris (versi Amerika dan sekutu) atau barisan Mujahidin (versi Islam) di Palestina, Afganistan, Kaukasus, dll. Karena yang berkuasa saat ini masih Amerika dengan media-medianya yang menghegemoni semua pemberitaan, memunculkan opini umum bahwa ­his-story versi mereka ada fakta.
Sejarah, suatu yang buta dapat melihat, yang tuli dapat mendengar, bisu dapat berbicara, terkubur dilapisan bumi yang paling bawah, sejarah itu hidup.
Wallahu’allam



Read More......

PERADABAN YANG HILANG DI NUSANTARA?

Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya”. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca.” Berkatalah Balqis, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”.”(QS An Naml 44)

Ada yang beranggapan bahwa kehidupan modern itu pernah dilalui umat manusia, seperti kaum Nabi Luth As yang telah mendirikan bangunan tinggi juga pada masa Nabi Sulaiman As, demikian pula Nabi Nuh dengan tekologinya bisa membuat bahtera besar yang cukup menampung setiap jenis binatang didunia ini, tetapi karena manusia durhaka kepada Allah, bangsa-bangsa itu diazab oleh-Nya, dimusnahkan dengan kaum yang baru. Sah-sah saja kita beranggapan demikian, namun sumbernya hanya ada pada al-qur’an, bagi semua kalangan bukti itu belum cukup untuk dinaikan ke taraf ilmiah. Sementara bukti otentiknya sudah dimusnahkan oleh Allah SWT, yang tersisa hanyalah batu-batu hingga muncullah teori jaman batu, neolitikum, megalitikum. Harun Yahya mengatakan dalam bukunya bahwa jaman batu tidak pernah ada, itu hanya rekayasa periode sejarah bangsa Eropa. Apakah Nabi Adam turun ke bumi ini dalam keadaan sehina manusia gua dijaman batu?

Dari sekian bukti kejayaan masa lalu yang bisa dijumpai hingga kini di Indonesia hanyalah berupa Candi Cetho dan Candi Sukuh. Candi Cetho terletak di lereng Gunung Lawu, berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, pada ketinggian 1400 mdpl. Sedangkan Candi Sukuh yang letaknya tidak juah dari Candi Cetho yang juga di lereng Gunung Lawu dengan ketinggian 1186 mdpl, berada di Dusun Berjo, Desa Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Candi Sukuh dan Cetho menurut beberapa arkeolog Indoensia merupakan peninggalan Majapahit pada masa Brawijaya V, artinya candi ini didirikan pada akhir abad XV. Tetapi ada keganjilan yang patut dipertanyakan yaitu candi yang terbuat dari batu kali, sedangkan pada jaman majapahit candi dibuat dari batu bata merah. Kekasaran pahatan baik dari batu candi, relief dan patung, ini menunjukkan bahwa usia candi Cetho dan Candi Sukuh lebih tua dari jaman Majapahit. Demikian pula dengan patung-patung yang ada di Candi Cetho maupun Sukuh tidak menunjukkan orang Jawa yang  hidup pada jaman Majapahit.

Inilah beberapa point yang menggiring opini para Sejarawan mengatakan bahwa Candi Cetho dan Candi Sukuk adalah peninggalan Majapahit.

1. Beberapa Arkeolog Indonesia mengatakan hasil tes carbon pada batuan candi menunjukkan usia dimana Brawijaya V memerintah Majapahit.
2.     Disana ditemukan prasasti dengan bahasa sansekerta atau jawa kuna, disebutkan bahwa menjelang runtuhnya kerajaan majapahit itu ada seorang pangeran majapahit yang melarikan diri ke arah jawa tengah.
3.     Candi sukuh dan candi cetho adalah candi hindu, karena terdapat  3 patung garuda (manusia bersayap).
4.      Mengenai Candi Sukuh ini didirikan sebagai bentuk protes masyarakat Hindu di pedalaman karena Islam telah memengaruhi sebagian wilayah Jawa, terutama di bagian pesisir. Dilihat dari bentuknya Hal tersebut terlihat dari bentuknya yg seperti piramida tumpul dan menyerupai bentuk punden berundak pada era sebelum jaman Hindu Budha.

Keempat teori diatas runtuh dengan sebuah analogi, Candi Borobudur adalah peninggalan orde baru yang dibangun pada masa Presiden Soeharto. Benarkah demikian? Anggaplah ada para arkeolog untuk meneliti Candi  Borobudur sekarang ini, mereka akan pasti berpendapat demikian karena menemukan ada teknologi beton bertulang yang menjadi perkuatan lantai dasar candi. Dan juga ada sebuah prasasti yang menceritakan tentang peresmian Candi Borobudur oleh Presiden Soeharto. Lalu apakah bukti yang menegaskan bahwa Candi Borobudur bukan peninggalan orde baru?
1.      Arsitektur candi
2.      Patung Budha, jika Candi Borobudur dibuat pada masa orde baru tentu saja patungnya adalah patung para pahlawan nasional
Demikian pula Candi Cetho dan Sukuh, sampai sekarang para arkeolog belum bisa memastikan patung siapa yang ada di kedua candi tersebut. Jadi terlalu dini untuk menyatakan bahwa Candi Cetho dan candi Sukuh adalah candi Hindu peninggalan Majapahit. Bangsa Maya juga membangun piramida sebagai bangunan untuk bisa berkomunikasi dengan Yang Tertinggi. Dan ternyata di lereng Gunung Lawu, juga terdapat bangunan sejenis. Fakta yang ada di Candi Cetho adalah posisi candi itu adalah titik terbaik untuk menangkap sinyal, disana didirikan stasiun radio transceiver yang uniknya bisa menjangkau seluruh jawa dan bali. Sebuah daerah yang strategis untuk berkomunikasi. Dan satu lagi kemiripan dengan bangunan Bangsa Maya adalah gerbang candi tersebut menghadap ke barat, jika matahari terbenam sinarnya akan merabat lurus melewati gerbang menuju ke arah bangunan utama. 


Saat matahari tenggelam di ufuk barat, cahaya akan jatuh lurus melewati  perspektif gerbang candi 
Tim Sejarah Eramuslim dan para peneliti dari Yayasan Turangga Seta berusaha mengidentifikasi patung-patung yang berada di Candi Cetho dan Candi Sukuh, kesimpulan sementara keduanya adalah bahwa patung tersebut mirip patung bangsa Sumeria (3000-2000 SM), ini dilihat dari beberapa temuan. Adakah hubungan leluhur kita dengan bangsa Sumeria yang merupakan kebudayaan tertua di dunia?



Perhatikan raut muka takluk dari wajah orang Sumeria ini, mungkinkah leluhur kita peradabannya lebih maju sehingga mampu menaklukkan Bangsa Sumeria yang katanya bangsa berkebudayaan pertama didunia?



















Di Candi Sukuh ditemui ada patung manusia berkepala hewan dan bersayap yang identifikasi oleh sejarawan sebagai “garuda’, tetapi ada kemiripan dengan sosok manusia bersayap ini dengan patung yang berasal dari Bangsa Maya, literasi Yahudi, serta relief dan patung dari Bangsa Sumeria, Assyirian dan Babylonia




Jika dugaan ini benar, akan muncul hipotesa baru yang menunjukkan bahwa sudah ada peradaban yang menghuni Nusantara pada masa 3000-4000 SM. Dan jika dihubungkan dengan teori atlantis di Indonesia yang dicetuskan oleh Ario Santos dan Oppenheimer saya rasa semuanya bertalian. Mungkin di Bangsa di Nusantara ini dulunya termasuk dalam golongan Bangsa yang dimusnahkan oleh Allah SWT, sehingga yang tersisa hanya puing-puing Candi Cetho dan Sukuh, sementara ilmu pengetahuan dan teknologinya telah lenyap oleh azab yang ditimpakan kepada mereka. 

Wallahu ‘alam bish shawab.

Read More......