Selasa, 20 Maret 2012

RENCANA LIBERALISASI AIR DAN SUMBER DAYA MINERAL DI SELO

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, Ayat 3 menyatakan,
“Bumi, air dan kekayaan alam yang mengandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakya”.
Salah satu “prestasi” pemerintahan Presiden Megawati dalam kurun waktu 2001-2004 adalah lepasnya beberapa aset strategis milik Negara.
Wilayah Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali yang  terletak di lereng Gunung Merbabu dan Merapi menjadi salah satu yang menjadi proyek “dagangan” Ibu Mega. Tujuan  dari program ini adalah konservasi lahan menjadi hutan lindung dan hutan konservasi. Daerah dengan ketinggian diatas 1300 mdpl akan dijadikan kawasan hutan lindung dan daerah dibawahnya akan dialokasikan untuk daerah  hutan konservasi dan lahan pertanian.
Pada dasarnya program ini baik, dan juga program konservasi ini didukung oleh lembaga pendidikan sekelas Universitas Gajah Mada (UGM) yang akan membuka kajian tentang kehutanan jika proyek ini berjalan. Ekologi didaerah antara (selo) lereng Gunung Merpai dan Merbabu kondisinya sangat memperihatinkan, meski daerah ini adalah daerah tangkapan hujan dan daerah aliran sungai (DAS) tetapi mayoritas sungai disana mati, tidak ada air yang mengaliri. Beberapa LSM lokal maupun asing yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup juga banyak melakukan kajian dan sosialasi ke masyarakat untuk mengubah pola pertanian mereka ke pertanian konservasi, salah satu adalah Landcare. Tetapi, pemerintah seperti otoriter dalam hal ini, program sosialisasi belum dilaksanankan mereka sudah menggagas ide untuk relokasi sekian ratus kepala keluarga untuk mengosongkan kawasan.
Timbul berbagai gejolak penolakan dimasyarakat, bukan karena program ini tidak baik atau merugikan kaum tani yang terpaksa harus menempati lahan baru dan memulai hidup baru disana tetapi ada pihak ketiga yang campur tangan dan ikut menopang dana demi keberlangsungan proyek ini.
Danone, Perusahaan multinasional ini ikut bermain agar proyek ini berjalan. Setelah menguasai sumber air di Klaten lewat aqua-nya, Perusahaan Yahudi yang berkantor pusat di Prancis ini rencananya sudah “memesan kue” kepada pemerintah agar mereka bisa memonopoli pengelolaan  sumber air dan mineral yang terkandung didalamnya. Daerah lereng gunung berapi adalah daerah yang kaya akan sumber mineral dan airnya juga lebih segar karena proses penyaringan alami oleh bebatuan. Jelas ini pelanggaran UUD 1945.
Pada akhirnya proyek ini tertunda dan sampai Megawati lengser proyek ini belum berjalan, masyarakat tegas menolak segala bentuk kapitalisasi dalam bentuk kepenguasaan asing di sektor sumber daya alam. Ini tidak lebih dari penjajahan.
Heran, memang benar-benar heran. PDIP, partai tempat Megawati bernaung, partai yang sering berkoar-koar menggelorakan pemikiran Soekarno, mereka berideologi kekiri-kirian katanya, tetapi pada hasilnya sama saja, terjebak dalam arus liberalisasi. “Jualan” BUMN menjadi andalan pemerintahannya. Miris, jika Bapaknya sebagai Founding Father negeri ini hidup kembali dan melihat ulang anaknya mungkin ia akan malu telah membesarkannya.
Masih segar diingatakan kita perkataan Presiden Soekarno, “tiga ratus lima puluh tahu kita dijajah oleh bangsa asing, tidak akan kita serahkan lagi kekayaan negari a ini kepada asing, jika kita belum bisa mengelola biarkan itu tetap terkubur, nanti anak cucu kita yang akan mengelolanya.”
Jika ada partai politik yang jualan Ideologi dewasa ini, sesungguhnya itu omong kosong belaka. Pancasila itu sudah tidak laku lagi sebagai Ideologi Negara. Dijaman orde baru Pancasila dijadikan alat penguasa untuk menekan lawan politiknya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar